Hari itu, Dito, Nora, Kiara, dan Kaisar tengah berkumpul di rumah Zelina untuk menghabiskan hari libur bersama. Awalnya mereka mengajak Delon dan Bima, namun sayang kedua orang itu sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Akhir-akhir ini, Bima sering menerima tawaran manggung dari berbagai acara festival musik di dalam maupun luar kota, katanya ingin memanfaatkan waktu yang ada sebelum memasuki masa ujian. Sementara Delon, pemuda itu sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menjadi pewaris tahta perusahaan orang tuanya, beberapa kali ia diminta hadir dalam acara penting dari yang hanya sekadar untuk bertutur sapa dengan kolega sang ayah, hingga terlibat langsung dalam perencanaan bisnis besar mereka.
Namun, hal itu tidak mengurangi rasa semangat kelima remaja itu. Rumah Zelina yang nyaman dengan sofa empuk dan aroma kue yang baru matang langsung membuat suasana terasa hangat. Mereka asik bermain board game, nonton film, dan bercanda sepuasnya, sambil menikmati cemilan yang sudah disiapkan oleh si tuan rumah.
Sampai detik ini pun kegiatan itu masih berlanjut. Akan tetapi, ketika permainan monopoli berlangsung, tiba-tiba perhatian semua orang teralihkan pada momen kecil yang manis di antara Kaisar dan Zelina. Kaisar yang biasanya santai, kini terlihat sangat perhatian. Dia beberapa kali tertangkap membantu Zelina membereskan uang mainannya yang berantakan, bahkan diam-diam menyisihkan properti terbaik untuk Zelina agar dia menang. Zelina tertawa kecil sambil berbisik, “Makasih, tapi jangan curang gitu aah.”
Dito yang duduk di seberang mereka menyipitkan mata curiga. “Hmmm, perasaan kita gak ada main team-team-an, aneh. Kayaknya ada sesuatu yang kita nggak tau, nih?” celetuknya dengan nada menggoda. Nora dan Kiara, yang sedang asyik menghitung uang monopoli mereka, langsung menoleh. Mereka bertiga serempak melirik ke arah Zelina yang terlihat gugup di tempatnya.
“Apaan dah pada ngeliatin gue gini?” balas Zelina sambil tertawa hambar. Tapi wajahnya sedikit merona, dan itu tidak luput dari pengamatan Nora.
“Muka lo merah, tuh! Ada yang kalian sembunyiin ya dari kita? Oy, Kai, diem-diem aja lo.” Nora menimpali dengan intensi penasaran.
Kiara yang paling excited langsung menegakkan tubuhnya. “Kalian pacaran, ya?!” tuduhnya terus terang sambil menunjuk mereka berdua.
Zelina pun hanya melirik kekasihnya sekilas, mendadak bungkam dengan pertanyaan telak Kiara. Kaisar yang sedari tadi santai, akhirnya menyandarkan tubuhnya di sofa sambil tersenyum lebar. “Ya, gua sama Zelina, kita pacaran.”
Detik berikutnya, ruang tamu itu langsung dipenuhi suara teriakan heboh. Dito memukul meja sambil tertawa keras. Kiara dan Nora saling pandang dengan mulut menganga tak menyangka.
“GILA! Walaupun gue udah memprediksi hal ini, tapi tetep aja gue kaget. Anjir lah temen gue udah nggak jomblo ngenes lagi,” cerocos Nora heboh.
“Gue udah curiga sih, but congrats lah kalian, jadi juga akhirnya,” imbuh Dito.
Kaisar dan Zelina hanya mematri senyum indah di wajah bahagia mereka, merasa senang sekaligus berterima kasih kepada mereka-mereka yang juga ikut merayakan kebahagiannya. Kini, mata Zelina tertuju pada Kiara yang masih diam sambil menatapnya dengan senyum dan mata teduh. Gadis itu tau, meskipun Kiara tidak mengatakan apapun, tetapi dialah yang sebenarnya paling bergembira atas kabar itu.
Nora langsung memeluk Zelina sambil berseru, “Bisa banget lo ya, pantesan udah jarang ngerengek lagi ke gue. Anyway, kalo cowok lo macem-macem langsung lapor ke gue aja ya, biar gue kasih pelajaran,” titahnya sambil bercanda.
Zelina terkekeh pelan. “Siap, kanjeng ratu.”
“Congrats guys, wish u all the best. Semoga kalian longlast, ya.” Suara Kiara terdengar rendah, tapi tulus.

KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Really Different
Teen FictionZelina pikir, perselingkuhan, pelecehan seksual, aksi teror, dan kehilangan adalah insiden paling gila yang pernah terjadi dalam hidupnya. Anak tunggal sepertinya tentu tahu bahwa hidup adalah tempatnya luka tercipta. Tapi di sisi lain dia keliru, Z...