抖阴社区

38 | Guratan Pena di Atas Denting Waktu

Mulai dari awal
                                    

Kata-kata itu terasa seperti angin sejuk yang menenangkan, mengalir lembut ke hati Zelina. Ia mengangguk perlahan, senyumnya kini lebih tulus. “Iyaa, aku percaya. Makasih, ya? Aku jadi lebih tenang sekarang.”

Pemuda itu mengangguk pasti. “Yuk, berangkat.” Kaisar dengan cekatan memegang tasnya sejenak, lalu membantu Zelina naik ke jok motor.

“Pegangan yang kuat, ya,” katanya sambil menoleh sekilas, memastikan Zelina nyaman.

Mereka pun melaju di jalan yang masih lengang. Pohon-pohon rindang di sepanjang jalan bergoyang perlahan, seperti menyambut pagi mereka yang cerah. Suara burung dan desau angin melengkapi suasana pagi itu.

Di perjalanan, Kaisar berkata lagi, suaranya terdengar di atas deru motor, “Zel, jangan lupa senyum waktu ngerjain soal. Karena, itu salah satu cara buat ngasih tau dunia kalau kamu nggak akan menyerah.”

Mendengar kata-kata kekasihnya, Zelina tersenyum lebar meski Kaisar tak bisa melihatnya. Hatinya terasa hangat, dan rasa gugup yang sejak tadi menyelimuti perlahan memudar. Tanpa pikir panjang, Zelina mendekatkan tubuhnya dan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Kaisar. Pelukannya lembut, tapi cukup erat untuk membuat Kaisar merasa hangat, lantas ia berikan usapan lembut pada punggung tangan perempuan manisnya itu.

Jalanan yang mereka lalui semakin ramai, tanda hari mulai bergerak. Namun, bagi Zelina, perjalanan ini terasa tenang, seperti ruang kecil di mana ia bisa melupakan sejenak tekanan ujian yang menantinya.

Senyum manis itu masih terus terpatri pada wajah Zelina di balik helmnya, perasaan hangat mengalir di dalam hati. Dengan keberadaan Kaisar di sisinya, perjalanan menuju ujian terasa lebih ringan, seperti semua ketakutannya perlahan luruh bersama semilir angin yang membelai mereka.

***


Ketegangan memenuhi ruangan saat lembar soal dibagikan. Zelina menarik napas dalam, mengingat semua kata-kata semangat yang ia dapatkan pagi ini. Ia menatap soal di depannya, lalu mulai menulis dengan mantap. Di sudut lain kelas, Nora terlihat masih sedikit gugup, tapi ia tersenyum kecil, seolah kata-kata semangat yang ia tanamkan sebelumnya memberi keyakinan baru.

Waktu terus berjalan, dan suara pensil yang menari di atas kertas menjadi musik pengiring perjuangan mereka saat itu. Ruangan kelas dipenuhi keheningan yang memekakkan telinga, seolah seluruh dunia berhenti sejenak, menyisakan bunyi halus guratan pena di atas kertas dan detak jarum jam yang terasa semakin keras setiap detiknya.

Cahaya matahari menerobos tirai jendela, memantulkan garis-garis lembut di atas meja kayu yang masih terlihat kokoh. Namun, bagi para siswa yang terbenam dalam dunia soal-soal biologi, keindahan itu tak ada artinya.

Zelina duduk di bangku dekat jendela, alisnya berkerut dalam konsentrasi. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, seiring dengan usahanya memeras ingatan tentang fungsi mitokondria dan proses fotosintesis. Tangannya sedikit gemetar saat membalik lembar soal, seolah setiap halaman baru adalah medan perang yang harus ia taklukkan.

Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya meski udara pagi masih sejuk. Ia berusaha menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Fokus, Zel. Lo udah pelajarin semua ini, lo bisa.

Di sisi lain ruangan, Nora menunduk dalam diam, tatapan matanya terpaku pada soal yang seakan menatap balik dengan dingin. Tenggorokannya kering, dan ia merasakan jemarinya kaku saat mencoba menulis jawaban. Pertanyaan tentang genetika membuat pikirannya terombang-ambing antara ingatan samar tentang diagram dan ketakutan akan jawaban yang salah.

We're Not Really DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang