THE PLOT : ADORE YOU
Princess In Danger
-
Harvey Adam adalah laki-laki yang jalan hidupnya sudah tertata rapi. Ia tak banyak tingkah selama sekolah seperti teman-temannya yang lain. Orang tuanya tidak pernah mendapatkan laporan buruk tentangnya selama di sekolah. Di mata publik, Harvey adalah penerus Adipati yang tidak dapat dicela baik dari segi paras hingga kelakuan. Ia terlalu sempurna sebagai manusia sehingga banyak rekan kerja Adipati yang secara halus menginginkan Harvey menjadi menantu.
Naas, kesempurnaan itu adalah tipu muslihat.
Harvey Adam bukanlah malaikat. Harvey adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya.
Sejak SMP, ia sudah mengikuti ayahnya. Belajar mengelola perusahaan meskipun umurnya masih belia. Tak perlu diragukan kecerdasannya karena dia adalah keturunan Adipati. Sayangnya, Adipati tak hanya menurunkan gen jeniusnya. Ia juga menurunkan gen bejatnya pada anak semata wayangnya.
Harvey-lah yang membereskan segala kekacauan yang terjadi di perusahaan. Pengkhianat perusahaan, pimpinan yang korupsi, hingga pegawai yang diam-diam menaruh hati pada ayahnya. Semua itu ia yang membereskan. Ia tak berkedip setiap menghabisi nyawa keparat itu.
Ibunya jelas tak tahu apapun. Harvey maupun Adipati begitu pandai beradu akting sehingga kelakuan bejat Harvey tak terendus hingga kini.
Harvey mampu mengendalikan dirinya.
Akan tetapi, semua itu sirna setelah kedatangan Joanna. Gadis yang semasa SMP begitu memujanya itu tiba-tiba kembali dan beromong kosong tak menyukainya lagi. Harvey jelas lega, awalnya. Sampai kemudian ia merasakan sesuatu. Sesuatu asing yang membuatnya ingin meledak setiap berdekatan dengan gadis itu. Sesuatu yang membuat Harvey kehilangan kendali dirinya.
Lalu untuk pertama kalinya, Harvey keluar jalur. Ia memotong jalur yang telah ditetapkan demi kembali pada Joanna. Demi memahami apa yang sedang gadis itu rencanakan. Tapi, tidak. Gadis itu tidak merencanakan apapun. Gadis itu benar-benar ingin menjauh darinya. Gadis itu menolaknya.
Harvey marah. Ia merasa disepelekan. Ia merasa dibuang. Ia merasa dipermainkan.
Perasaannya seperti diremat oleh sesuatu. Ia merasa ingin membunuh semua orang setiap Joanna melontarkan penolakan. Pun ia tak suka saat tatapan berbinar gadis itu sekejap berubah begitu datar dan tak peduli padanya. Ia tidak menginginkan itu. Ia ingin Joanna kembali padanya.
Maka, ia benar-benar melewati batas. Ia merencanakan segala cara dari yang biasa saja hingga yang paling bejat untuk menjerat Joanna.
Lagi. Semuanya tak semudah dulu. Ada banyak sekali penghalang yang membuatnya tak bisa leluasa mendekati sang gadis. Jervan dan William, dua bersaudara itu selalu mencari cara untuk menjauhkannya dari Joanna. Lalu, Gama turut datang. Bajingan itu juga tiba-tiba berada di antara ia dan Joanna. Bajingan itu mencium Joanna. Tak hanya itu, Hiro pun turut serta. Ketua OSIS sok polos itu juga terpikat oleh Joanna. Dan terakhir, Dylan, temannya sendiri. Si sialan yang hidupnya hanya fokus pada perusahaan dan berkas kantor itu tiba-tiba menunjukkan ketertarikannya pada Joanna.
Semuanya berantakan.
Terlebih saat satu persatu dari mereka mulai menunjukkan taringnya.
"Gamaliel Sadewa adalah anak haram Presiden."
Harvey menoleh mendengar kalimat itu. Raut wajahnya mulai mengeras. "Semua ini atas bantuan Presiden?" Suaranya mendingin.
Adipati mengangguk. "Benar. Leonardo bahkan tak berkutik. Itu sebabnya Papa juga tidak bisa melawannya."
"Sialan." Harvey turun dari ranjang. Ia melepaskan pakaian rumah sakit yang ia kenakan dan berganti menjadi seragam sekolah yang memang dibawakan oleh ayahnya. "Aku akan temui dia."
"Kamu yakin bisa menang?"
"Papa remehin aku?"
"Bukan. Tapi keadaanmu masih belum pulih." Adipati menjawab seadanya. "Kenapa tidak sabar dulu? Joanna juga sudah mulai masuk. Dia tidak terluka sedikitpun."
"Kalau itu Mama, apa Papa akan sabar?"
Adipati menipiskan bibir. Jelas jika itu istrinya, sudah ia seret Gama sejak kemarin. Tak peduli jika lelaki itu adalah putra presiden sekalipun.
-
"Hartigan Sialan!" Harvey berlari menghampiri Gama kala melihat eksistensi lelaki itu di koridor dekat kantin.
"Harvey, apa kabar, bro?"
Harvey meraih kerah seragam Gama setelah sampai di depannya. Tatapannya menajam. Rahangnya mengeras. Ia semakin tersulut mendengar sapaan bajingan itu. "Anak haram sialan! Lo berani nyentuh tunangan gue lewat bantuan ayah lo?!" Suaranya begitu pelan, namun penuh penekanan.
Gama terkekeh. "Bener-bener Adipati. Secepat itu informasi menyebar ternyata."
"Lo bakal mati di tangan gue, Gamaliel." Harvey mengeratkan cengkeramannya.
"Coba aja." Seolah sengaja, Gama justru membenahi kerah seragamnya sehingga lehernya terekspos jelas. Ia menyeringai kala Harvey menyadari sesuatu.
"Kenapa? Lihat sesuatu?" Bak api yang disiram bensin, pertanyaan Gama membuat Harvey hampir kehilangan kesadaran. Lelaki itu kaku di tempat dengan tatapan yang tak lepas dari lehernya.
"Itu—"
"Hickey. Joanna yang buat." Gama berbisik penuh semangat. Ia tersenyum semakin lebar kala rahang Harvey semakin mengetat.
"BAJINGAN SIALAN!"
BUGH!
Gama tersungkur. Lelaki itu tertawa kencang. Ia meludahkan air liurnya yang tercampur dengan darah. Sudut bibirnya ia jilat. "Lo juga sialan, brengsek!"
BUGH!
Gama balas memukul.
Koridor itu langsung ramai. Mereka dikerubungi oleh para siswa, sedangkan beberapa mulai berlarian melapor pada guru.
Amarah keduanya mulai tersulut. Gama menyiapkan kuda-kuda, sedangkan Harvey mulai melepaskan kancing kemeja sekolahnya. Ia melempar kemeja itu ke sembarang arah, menyisakan kaos hitamnya. Netra hitam pekat penuh emosi itu menelisik kerumunan. Mencari-cari keberadaan seseorang yang menjadi alasan pertengkaran mereka. Sampai tatapannya bertemu dengan orang itu. Gadis dengan netra coklat terangnya yang kini menatapnya takut-takut.
Harvey menyeringai seram. Siapapun yang melihat seringai itu akan memilih kabur daripada mencari masalah. Tatapannya berubah menjadi penuh kelicikan. Kilat-kilat menyeramkan itu sampai pada gadis yang ia tatap. Ia seolah memperingati gadis itu untuk tak berulah. Untuk tak lagi memancing dirinya.
Sebab inilah batas toleransinya.
Inilah terakhir kalinya ia mengalah.
Sebab setelah ini, ia bisa memastikan jika tidak akan pernah ada kemenangan untuk sang gadis. Tidak akan pernah ada ampunan untuk gadis pirang itu.
Look, Princess. See how I'll have you. In any way, no matter how bad.
-
Joanna berlari. Sesekali ia menoleh ke belakang kala orang suruhan Harvey itu memanggil namanya.
"NONA! BERHENTI SEKARANG JUGA!"
"NGGAK MAU! LO PIKIR AJA GUE BAKAL MENYERAHKAN DIRI KE TUAN LO YANG KAYAK BINATANG ITU!"
"TUAN AKAN SEMAKIN MARAH, NONA!"
"SHIBAL! JANGAN KEJAR GUE!" Joanna histeris kala jaraknya dengan bawahan Harvey semakin dekat.
"Harvey bajingan!" Ia mengumpat frustasi. Tangannya merogoh saku, mengeluarkan ponsel dan menelepon nomor Adipati.
"Halo, Tuan Putri."
Joanna lega mendengar suara itu. "Papa! Papa tolong aku!" Ia memohon setengah berteriak.
"Nona!"
"Akh! Jauh-jauh lo sialan!" Joanna kembali berlari. Kali ini lebih kencang. Suara Adipati tergerus oleh ramainya teriakan bawahan Harvey.
"Papa!"
"Joanna, menyerahlah."
Joanna tertegun. "Apa?"
"Menyerahlah, Tuan Putri. Harvey mungkin masih bisa kamu jinakkan jika kamu menyerah sekarang."
Joanna tak percaya dengan ucapan Adipati. "TAPI AKU NGGAK SALAH!! Hiro yang awalnya culik aku! Kenapa malah aku yang dikejar-kejar?! Harusnya Hiro, dong!"
"Hiro ada dalam pengejaran Papa, sedangkan kamu ada dalam kuasa Harvey. Lagipula, Tuan Putri, kamu yang banyak tingkah."
"Banyak tingkah?"
"Ya. Kenapa juga kamu meninggalkan hickey di leher Gamaliel? Jangankan Harvey, Jervan pun akan murka jika tahu."
Joanna kehilangan ide. Ah, Jervan? Haruskah ia menghubungi Jervan?
"Jangan berpikir meminta bantuan Jervan kecuali kamu ingin kembaranmu itu dihabisi oleh Harvey."
"Papa gila! Harusnya Papa bantu aku lari dari Harvey sinting itu!"
Di sana, Adipati tertawa. "Papa belum siap mati di tangan anak Papa sendiri, Tuan Putri."
"Tapi—"
BUGH!
Joanna ambruk kala lehernya dipukul oleh sesuatu. Ponselnya jatuh dan kesadarannya mulai hilang. Sayup-sayup ia mendengar suara seseorang sebelum benar-benar menutup matanya.
"Itulah sebabnya jangan melakukan sesuatu yang akibatnya tidak bisa kamu tanggung, Princess. Sekarang apa? Kamu harus terjebak selamanya bersamaku. Bersama bajingan keparat sialan yang selalu kamu tolak selama ini."
-
to be continued.
A/N: Dylan belum ada gebrakan karena perusahaannya lagi kacau, ya. tapi tenang, jatah Dylan nanti lebih gong dari yang lain.
komentar sebanyak-banyaknya untuk lanjut and have a nice day <3!!!
-