Pagi ini Zelina terlihat lebih sibuk dari biasanya, selembar roti berselai cokelat yang ia gigit dan sepatu yang dipasang asal-asalan membuat gadis itu benar-benar tampak tak beraturan. Ia menuruni anak tangga dengan terburu-buru, sementara seseorang di seberang sana terus mengirimi pesan di handphonenya, membuat fokus gadis itu buyar terpecah belah.
Kai
Morning
Belum bangun, ya?
Ah sial, gara-gara semalem keasikan curhat sama papa, gue jadi bangun kesiangan.
Oh, really? Berarti kalian...
Yap, gue sama bokap udah baikan
Great to know that :)
Nanti gue pengen cerita BANYAAKKK banget sama lo
Nggak sabar dengernya
Btw, jangan telat nonton gue hari ini
Gue tunggu lo di tribun paling depan
Alright, menangin ya, nanti gue
kasih hadiah. Semangat, Kai!
Haha, thanks
See you, Zeli
Zelina tersenyum membaca pesan itu, ia masih merasa asing sekaligus lucu dengan panggilan tersebut, tapi dia tidak punya banyak waktu untuk memikirkan hal itu saat ini, setelah sampai di lantai utama ia segera meneguk segelas susu yang sudah disiapkan di atas meja makan.
"Zelina ayo papa udah telat," ujar seseorang dari teras rumahnya setengah berteriak.
"Iyaa, sebentar," balas Zelina sambil merapikan seragamnya lantas berjalan menghampiri pria yang sudah menunggu di luar.
"Hati-hati jalannya lihat ke depan, taruh dulu hp nya," titah pria itu merasa khawatir sebab anaknya sangat fokus dengan benda pipih itu tanpa memperhatikan langkahnya sendiri.
"Udah siap, ayo."
"Chattingan sama siapa, sih?" tanya pria itu penasaran, sambil keduanya bergegas memasuki mobil.
"Hehe papa kepo deh," balas gadis itu seraya memakai seatbelt-nya.
"Oh jadi masih ada yang disembunyiin nih dari papa?" tanya papanya tanpa mengalihkan perhatian dari setir kemudi, kendaraan roda empat itu mulai keluar dari pekarangan rumah.
"Siapa yang semalem bilang kalau mulai sekarang kita harus saling terbuka? Katanya gaboleh ada rahasia-rahasiaan," ujar pria itu sambil tersenyum jahil.
"Ih papa udah ah ayo nanti aku telat."
"Jadi siapa nih yang udah luluhin hati anak papa yang cantik ini?"
"Pa apaan, sih? Udah ah."
Zelina membuang mukanya ke arah luar jendela, menahan salah tingkah dan rasa malunya.
"Yang suka anter jemput kamu malem-malem itu, ya? Atau yang kemaren diceritain sama bibi?"
"LALALALAA...."
Zelina meninggikan suara nyanyian sembarangannya sambil menutupi sepasang telinga dengan kedua tangan, namun senyum dan tawanya tak berhenti mengembang ketika papanya terus menggoda. Kali ini, perjalanan itu terasa lebih berwarna dan menyenangkan.
Semalam, sesuatu benar-benar terjadi. Papanya mengaku berdosa, menyesali segala kesalahannya, berjanji untuk mengakhiri hal-hal yang menyakiti hati. Zelina yang sudah hampir pasrah itu pun sekali lagi memberikan kesempatan bagi papa sekaligus dirinya sendiri untuk memperbaiki semuanya dari awal. Dengan begitu, mereka kini telah berdamai, juga berkomitmen untuk tidak mengulangi hal-hal bodoh lagi.
***
Tibalah dimana pertandingan basket antarsekolah dilaksanakan hari ini, tepatnya di sebuah gimnasium megah kebanggaan Bina Lestari sebagai tuan rumah.
Tim basket dari berbagai sekolah sudah tampak memenuhi lapangan, begitu juga dengan para jagoan BINTARI, tim basket yang hari ini menjadi perwakilan Bina Lestari, dimana hal ini juga jadi kesempatan terakhir bagi anak-anak kelas dua belas untuk mengikuti perlombaan sebelum mereka lepas jabatan dan mulai fokus untuk kehidupan yang lebih serius demi masa depan.
Nora dan Zelina baru menyelesaikan urusan kelasnya ketika memasuki gimnasium, tempat itu sudah hampir penuh dengan ribuan siswa dan siswi dari berbagai sekolah, mereka sampai kesulitan mencari tempat duduk yang masih kosong di sana.
"Rame banget gila, udah kaya pertandingan nasional aja," kata Nora sambil memperhatikan sekitar dengan kagum.
"Gue denger sih lawannya dari sekolah swasta terkenal itu, wajar ajalah pendukungnya banyak," balas Zelina ikut memperhatikan sekitarnya yang begitu ramai.
"Heuh, menang famous doang palingan," celetuk Nora yang langsung dihadiahi senggolan kecil dari Zelina.
"Husst gaboleh gitu."
Nora hanya tersenyum kecut tanpa merasa bersalah.
"Zel, Ra, sini!"
Di sebelah kanan tribun barisan ke empat dari atas, seorang laki-laki memanggil kedua gadis itu sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi, mengisyaratkan mereka untuk segera menghampiri.
"Nah itu Dito, sono yuk!" ajak Nora.
Mereka pun berjalan menghampiri tempat duduk yang sudah disiapkan oleh Dito, dari tempat duduknya itu pemandangan lapangan terlihat lebih jelas dari sudut ke sudut. Zelina bahkan bisa melihat dengan jelas bagaimana pria berjersey hitam putih itu melirik dan tersenyum ke arahnya dari bawah sana.
"Acaranya belum mulai kan, Dit?" tanya Zelina setelah duduk manis di tempatnya.
"Belum kok aman, excited banget tumben?" selidik Dito penasaran.
Belum sempat Zelina membuka mulutnya, Nora langsung menyambar, "Yee kan ada si itu tuh," katanya sambil menunjuk seseorang yang ada di bawah sana menggunakan dagunya.
Dito mengerutkan kening sambil melihat ke arah barisan tim basket di bawah, "Siapa, tuh?"
"Noh tuh yang itu tuh," tunjuk Nora sekali lagi dengan dagu sekaligus tilikan mata mengisyaratkan seseorang yang mereka kenal di bawah sana.
"Tck, Ra, apaan, sih?" Zelina mulai terusik dengan kelakuan dua sahabatnya itu.
Dito akhirnya menangkap seseorang dari tim basket sekolahnya, seketika ia paham siapa yang dimaksud oleh Nora, "O-ohhh, jadi yang itu, Zel, sekarang?" tanyanya menggoda.
"Jangan ngaco dah lo pada."
Nora dan Dito otomatis saling melirik dan tersenyum penuh arti, lalu suara bariton seorang pria berjas hitam di bawah sana memulai pembukaan. Membuat gimnasium tiba-tiba hening.
Acara resmi dimulai.
Pertandingan antara tim basket BINTARI versus sekolah SMA swasta terkenal seantero Jakarta itu dimulai, membuat semua penonton bersorak histeris karena telah lama menunggu momen itu sejak lama.
Di menit pertama, tim BINTARI terlihat kesulitan untuk mengejar kecakapan SMA swasta yang memang cukup memiliki strategi bagus dalam mencetak angka, tetapi dengan sikap optimis dan cekatan, tim BINTARI segara menyusul poin itu sehingga nilai antara kedua sekolah itu menjadi seri.
"WOOOOO!!"
"GOOD JOB BINTARI!"
"GO GO BINTARI!"
"BINTARI PASTI JUARA!"
Sorakan semangat dari para supporter terdengar ke seluruh area, membuat tim lawan terdistraksi dan lengah, pertandingan jadi semakin sengit di menit-menit terakhir.
Penonton semakin panik dan dibuat gelisah melihat dua kubu yang sama-sama kuat, tidak terkecuali Zelina yang juga merasa cemas bercampur kagum melihat aksi seseorang di bawah sana. Ia berharap permainan segera berakhir dan dia jadi pemenangnya.
"Boleh juga, Zel."
Zelina menoleh bingung ke arah cewek di sebelahnya yang tiba-tiba bersuara.
"Apaan?" tanyanya.
"Selera lo, oke juga," kata Nora dengan senyum simpul tanpa mengalihkan perhatiannya dari pertandingan di bawah sana.
Zelina menghela napas jengah, "Jangan mulai deh."
Nora melirik ke arahnya sekilas, "Gue cuma penasaran aja, lo masih setia sama si paling gak ada kabar itu atau sama yang ini, karena gue liat-liat sih dua-duanya punya potensi."
"Potensi pala lo, stop gajelas gue lagi fokus nonton," kelakar Zelina mencoba tak memperpanjang topik pembicaraan itu.
Karena jujur, itu terlalu sensitif baginya.
"Gue nggak kaget sih kalo ternyata pilihan lo jatuh ke Kaisar."
Zelina seketika menoleh, "Ra, bisa jangan bahas sekarang nggak?"
Nora pun hanya memutar bola matanya malas dan menghembuskan napas pasrah, ia lupa jika sahabatnya itu memang sangat bodoh dalam hal percintaan.
"Hadeuh, denial mulu lo soal perasaan, kata gue sih tiati aja Zel, jangan sampe lo kasih harapan ke dua-duanya."
Setelah itu, semuanya kembali normal, Nora kembali bersorak untuk tim basket sekolah tercinta. Namun, berbeda dengan gadis di sebelahnya yang mendadak kaku, tercekat di tempat memikirkan kata-katanya itu.
***
Perlombaan masih berlanjut di dalam sana, namun setelah tim basket mereka menyelesaikan pertandingan sengit beberapa menit lalu, sekumpulan orang itu kini berjalan bersama menuju kantin untuk mengisi energi mereka yang sudah hampir terkuras.
"Wow wow wow, warbiazah emang BIANTARI gak perlu diragukan lagi," ucap Dito sambil merangkul kedua pria di sebelahnya sesaat setelah keluar dari gimnasium tersebut.
"Yoi, siapa dulu kita?" balas Bima dengan senyum sumringahnya.
"Feeling gue emang gak pernah salah, congrats lah, bro."
"Thanks, bro."
Dito tak berhenti memuji Kaisar dan Bima selaku salah dua pemain dari tim basket BIANTARI hari ini, dan kebahagiaan itu sudah jelas menampakan kemenangan yang baru saja mereka raih.
"Congrats guys, kalian emang pantes jadi winner." Zelina pun ikut menyuarakan selamatnya atas keberhasilan tim basket sekolah mereka.
"The best lah pokoknya, gini kan enak jadi gak malu-maluin sekolah," tandas Nora tanpa dosa, yang lain hanya maklum saja walaupun sejatinya sangat ingin menoyor kepada gadis itu, tapi tentu saja tidak ada yang berani melakukan itu padanya.
"So, buat merayakan kemenangan kita, kalian semua gua traktir dah hari ini," kata Delon saat mereka sampai di kantin.
Dito langsung maju ke depan menghadap mereka semua, "Nah! ini yang ditunggu-tunggu daritadi."
"Dasar otak gratisan lu!" cebik Nora.
"Urusan gratisan emang lu paling gercep, man!" timpal Bima yang seketika mengundang tawa mereka berenam.
"Yee kayak lu kagak mau aje!" balas Dito tidak mau kalah.
Bima terkekeh pelan, "Ya siapa yang berani nolak kalau tuan muda Delon udah bertindak?"
"JIAHAHA."
Tawa itu menguar memenuhi kantin, membuat beberapa pasang mata memperhatikan mereka yang mulai duduk di kursi masing-masing, setelah Delon memberi tahu ibu kantin untuk membuatkan menu makanan seperti yang biasa mereka pesan untuk enam orang sekaligus.
Sambil menunggu makanan datang, Bima kembali membuka topik pembicaraan. "Eh, bentar lagi kan UTS nih, healing dulu sabi kali, mumpung formasi lengkap nih."
Kaisar langsung menyahut, "Staycation maksud lo?"
"Em cakep tu boleh-boleh, gaslah!" tanggap Dito dengan bersemangat.
"Eh dimana-mana tuh orang healing mah abis ujian, bukan sebelum ujian," ujar Nora tak habis pikir.
"Yah belum tau dia, udah intinya mah kalo semua setuju kita gas ngeng aja, ada saran tempat nggak?" Dito dengan semangat menggebu dalam dirinya tampak sangat antusias dengan topik ini.
"Yang adem plis," kata Zelina.
"Agak jauhan seru kali ya," timpal Kaisar.
"Yang bisa liat pemandangan deh biar rileks," tambah Nora.
"Ya dimana pea! Langsung ke inti aja bisa kagak? Hadahh." Dito bersungut kesal sambil memukul meja pelan, untungnya tidak sampai membuat meja itu roboh, justru membuat mereka terkikik geli karena Dito sangat mudah terbawa emosi.
Dan di antara manusia-manusia kehabisan ide itu, Delon dengan inisiatif cemerlangnya menambahi. "Daripada bingung cari tempat, mending ke villa keluarga gue aja yang ada di Bogor, lumayan kan kalian gak perlu bayar sewa tempat lagi?"
Seketika semua orang terdiam sambil menatap ke arah Delon tak percaya, semudah itu? Seenteng itu Delon mengatakannya? Apakah dunia sedang bercanda?
"Lon, ini lu nggak lagi menguji kemiskinan kita, kan?" kata Dito dengan wajah cengonya.
Yang ditanya hanya mendekap kedua tangannya di depan dada, "Kapan sih gua bercanda soal ginian?"
Dito pun langsung berdiri dan menghampiri Delon yang duduk di seberangnya lalu memeluk pria itu dengan erat, diikuti dengan Bima yang mulai tertular tingkah sengklek dari Dito.
"Aaa Delon, cinta banget sama lu."
"Muach muach."
"Geli anjing!"
Delon menyingkirkan kedua manusia itu dari tubuhnya, mereka berdua pun hanya bisa menurut dan kembali ke posisi semula.
"Ketua memang beda, udah saatnya kita memuja tuan muda Delon," kata Nora yang sejak tadi hanya menyimak kagum.
"Lebay, najis ah," ucap cowok itu santai, tapi jauh dalam hatinya merasa malu dicap seperti itu oleh Nora.
"Masalahnya kalo kaya gini kita jadi enak, Lon." Kaisar pun ikut berpendapat. "Keenakan banget malah," lanjutnya.
"Aelah santai, selama lu pada nggak minta gua gendong sampe puncak, semua aman."
"Makasih ketua."
"Tunduk woy lu pada sama ketua."
Dito jadi satu-satunya orang yang paling heboh di antara mereka, membuat semua orang tertawa bahkan Bima yang duduk di seberangnya tak tanggung untuk menjitak kepala cowok itu, tak tahan dengan tingkah tengilnya yang berlebihan.
Tetapi di antara tawa hangat yang menguar di antara mereka, Kaisar tak sengaja menangkap atmosfer yang berbeda dari gadis yang duduk paling ujung di sisi kanannya. Sejak tadi gadis itu tak bersuara dan hanya terlihat fokus dengan handphone-nya sendiri, sesekali gadis itu ikut tertawa kecil oleh lelucon mereka, tapi itupun terlihat terpaksa. Kaisar tiba-tiba merasa khawatir.
Sementara itu, Zelina terus menatap cemas layar ponselnya.
Aldo
Lo nggak ada kabar akhir-akhir ini,
kemana aja?
Gue juga jarang liat lo di tempat les
Lo nggak lagi jauhin gue, kan?
Zelina? Jawab!
Sorry, Do, nanti gue cerita
kalo ketemu ya
Halah basi, pulang sekolah
balik bareng gue
Tapi, Do–
Gada penolakan!
Kaisar masih memperhatikan Zelina diam-diam, ia melihat ada yang aneh dari gerak-gerik gadis itu, Zelina terlihat mencurigakan sekaligus mengkhawatirkan, sepertinya ada sesuatu yang membuat gadis itu tidak nyaman.
Kaisar sangat ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu?
Bersambung
🖤🖤🖤
Mana nih dukungan buat author? Klik klik bintang di bawah ya guys, see u in next chapter ❤️🔥❤️🔥❤️🔥