Tawa Luca mengalun bagai lagu di antara bibir kami yang masih saling berdekatan. Kami saling mengecup singkat sebelum akhirnya saling menjauhkan wajah masing-masing. Luca memegang wajah aku dengan tangannya yang agak kasar. "Sebenernya, ada apa antara lo sama dia, Er?"
"Sama Tomas?" tanya aku. Luca mengangguk sebagai jawaban. "Gue sama dia sahabatan dari kecil, Ca. Pas kami kelulusan SMP waktu itu, gue ngasih tau dia soal ceweknya. Gue kasih tau dia kalo cewek itu selingkuh. Mereka putus dan Tomas nyalahin gue. Kami nggak sahabatan lagi semenjak itu. Dan sekarang... dia pengen jadi sahabat gue lagi. Awalnya karena ciuman nggak sengaja kami. Ceritanya panjang, gue nggak bisa jelasin dengan masuk akal. Selanjutnya, yah begini. Dia ngebujuk gue sahabatan sama dia lagi dengan cara nyium gue."
"Dan lo masih nggak mau sahabatan sama dia?" Luca bertanya fluster.
"Nggak mau lah!" jawab aku pasti. "Simpel aja kenapa gue nggak mau sahabatan sama dia lagi. Karena dia memperlakukan gue dengan cara seperti itu, Ca. Lo tau apa yang dia bilang setelah kami ciuman malam itu? Dia bilang gue boleh nyentuh dia, boleh jilat, boleh telusuri. Gue jadi inget sama omonganya pas kami kelas delapan dulu. Omongan yang nggak akan pernah gue lupain sampai kapanpun. Omongan yang dia lakukan di depan gue sama sahabat straight dia."
"Dia ngomong apa?" Luca menggenggam tangan aku erat.
"Dia ngomong begini: hati-hati sama gay Rom. Jaga pantat lo, nanti digerepe sama mereka. Lo tau lah kaum mereka itu kan suka nyodomi anak kecil sama remaja kayak kita. Lo nggak mau kan pantat lo luka-luka gara-gara dimainin sama mereka. Terus nanti lo disuruh ngisep kontol mereka sampe lo muntah-muntah." Luca tertegun, aku meringis saat mengatakan semua itu. "Tanpa rasa bersalah, mereka berdua ketawa di depan gue, Ca. Lo tau sakit hatinya gue waktu itu? Gue udah sadar gue gay semenjak cinta sama Tomas. Di situ gue sadar kalo gue nggak bakal pernah bisa sama dia. Dan gue pun menyerah. Anehnya, dia masih ada di hati gue."
Luca menarik tubuh aku, memeluk aku dalam dekapannya. "Itu sebabnya kenapa gue nggak mau ngelakuin hal yang lebih sama dia malem itu. Juga karena gue inget sama muka lo. Kalo sampe gue ngelakuin hal itu, gue yakin dia makin percaya kalo cowok-cowok gay itu murahan dan mudah digoda gitu aja. Oh, dia tau banget kalo dia ganteng dan gue bakal luluh. Dengan cara itu dia mau ngebuat gue jadi sahabat dia lagi. Padahal gue nggak butuh itu. Gue cuma mau dia memperlakukan gue kayak dulu lagi. Ngajak gue main PS. Lompat-lompat di trampolin sampe kaki kami kram. Itu aja. Nggak lebih. Tapi pikiran Dam—Tomas masih ke arah sana. Gay is a bad people. Bakal selalu seperti itu. Dan nggak akan pernah berubah."
Dekapan Luca makin kencang. Aku pun ikut mengencangkan tangan aku di punggungnya yang kokoh. Aku suka aroma Luca. Seperti padi, yang menopang aku untuk terus bertahan. "Jerry, kalo dia nggak bisa memperlakukan lo dengan baik, usir dia dari hati lo dan ganti dengan gue di sana. Gue mungkin bakal ngebuat lo nangis, tapi gue akan berusaha membahagiakan lo."
Aku menjauhkan kepala untuk menatap matanya. Di mata jernihnya yang seperti air, aku tahu kalau Luca serius dengan ucapannya. Maka, aku pun mengangguk dan mencium bibirnya. Aku nggak tahu apa yang aku lakukan, tapi aku tahu apa yang kini aku rasakan. Aku lega, aku bebas. Aku telah mengusir Damon dari dalam sana. Kalaupun dia belum terusir, aku sudah menepisnya jauh-jauh ke dasar hati aku. Karena sekarang aku akan bersama Luca. Menyayanginya.
Luca membalas ciuman aku, bibirnya nggak menutut seperti tadi. Kali ini lebih halus, lebih pelan mirip lullaby. Luca melingkarkan tangannya ke pinggang aku, dan aku memeluk lehernya yang kokoh. Kaki aku melingkar kuat di pinggangnya, membuat kedua tangan Luca turun untuk mengangkat tubuh aku ke dalam gendongannya. Aku nggak pernah menyangka kalau tubuh aku seringan ini. Karena Luca sama sekali nggak keberatan atau apa. Selama dia melangkah ke arah kasur, bibir kami terus menempel dan menyatu. Luca mendorong kepalanya, menghempaskan aku ke atas kasur. Dia merangkak naik, mencium leher aku, kanan dan kiri. Lembut, lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Catch Me If You Can
HumorSudah pernah nonton orang tawuran? Sudah dong ya. Di TV. Atau mungkin di dunia nyata. Tapi, kamu pernah nggak nonton bencong tawuran? Nggak pernah, kan? Hihihihi. Tapi, ini bukan soal tawuran bencong, ya. Aku pernah sih ikut tawuran bencong. Kami ng...
Today Playlist: Mocca - I Think I'm In Love
Mulai dari awal