抖阴社区

Let's the Music Play: Bastille - Flaws

5.8K 614 59
                                    

Chapter 47 | Move lho!

Reaksi Damon saat aku kasih tahu tentang kunjungan Mas Felix benar-benar aneh. Iya, aneh. Nggak ada marah, nggak ada merengut, atau pun memasang wajah datar. Dia biasa aja. Aneh, kan? Kadar cemburu enam puluh persen itu kan banyak. Coba aja main Let's Get Rich terus pakai pendant Incorrect Guide Book yang shining. Itu beberapa kali mudah aktif. Seharusnya Damon menampilkan ekspresi lain dari biasa aja.

Lagian, kenapa aku malah berharap Damon cemburu? Tololnya aku.

Aku baru saja pulang dari bandara. Tadi mengantar kepergian Lady. Aku nggak mau menjelaskan bagaimana perpisahan kami. Tentu saja ada air mata dan sebagainya. Kalau kalian mendengarnya kalian bisa kena diare selama delapan tahun. Mending nggak usah. Dan sekarang aku lagi di jalan menuju ke lokasi syuting Damon di bilangan Klender. Semoga nggak di mall berhantunya deh.

Oh, omong-omong, tadi pagi aku dan Bima chat seru, lho. Dia bilang soundtrack lagu kedua sudah dia tulis setengahnya. Dia juga mengirimkan aku sample musiknya. Dan AKU SUKA! Dia juga menyanyikan liriknya tanpa lagu. Suara Bima itu benar-benar bagus. Pantas saja dia langsung jadi penyanyi, tanpa harus ikut ajang kompetisi di TV.

Aku mengecek notification center iPhone aku. Masih nggak ada balasan dari Bima atau pun Damon. Dua-duanya lagi sibuk. Damon sudah dari jam sebelas tadi mulai syutingnya dan Bima ada manggung habis jam makan siang. Hari ini Bima nggak akan ada di lokasi syuting. Padahal kan seru ngobrol sama dia. Sama si Jenly juga. Tapi, yah, kurang aja gimana gitu tanpa kehadiran Bima.

"Mas, udah nyampe," beritahu Mas Uber, membangunkan aku dari lamunan.

"Oke, Pak. Makasih, ya." Aku membuka pintu mobil. Seketika itu lah aku langsung panik nanti Bapak Uber-nya malah memarahi aku dan menyuruh aku masuk lagi agar dia yang membukakan aku pintu. Kemudian aku sadar itu nggak akan terjadi.

Melirik ke kanan dan ke kiri, mencari rumah nomor tiga tujuh. Aku coba telpon Damon tapi nggak diangkat-angkat. Yah, sepertinya dia masih syuting. Di depan aku ini rumah nomor dua delapan A. Terus tiga tujuh itu yang mana? Kenapa Bapak Uber-nya nggak langsung membawa aku ke depan rumah yang aku maksud, sih.

Baru aku ingin menelpon Damon, malah ada telpon masuk dari nomor yang nggak aku kenal. Ragu, aku mengangkatnya. Sapaan suara lembut itu membuat sekujur tubuh aku seperti disiram air hangat. Membuat tenang.

"Hai, Jer. Lagi sibuk?" tanya Bima, suara bising melatarbelakangi suaranya.

"Nggak, nih. Cuma lagi nyari rumah tempat Dam—Tomas syuting. Lo udah manggungnya? Dapet saweran berapa?" gurau aku, dengan mata yang masih mencari rumah tiga tujuh sialan itu. Kenapa pula Damon nggak menjelaskan bentuk rumahnya?!

Bima ber-oh dan mendengus secara bersamaan. "Yang di Klender?" tanyanya lebih dulu, bukan menanggapi gurauan aku. Aku berdeham sebagai sahutan. "Rumah warna pink. Itu rumahnya Alexandra. Maksud gue, peran Alexandra yang dimainin sama Leah tinggal di situ. Di antara rumah lain, rumah itu yang paling mencolok."

Rasa-rasanya aku mau meloncat kegirangan ketika melihat rumah pink itu. Tentu saja aku girang. Siang menjelang sore ini mataharinya sangat menyengat. "Ketemu!"

"Selamat!" seru Bima lebay. Kayak aku ini menang door prize atau apa. "Tadi nggak ada yang nyawer. Para penontonnya cuman duduk aja gitu. Pelit, ya?"

Sambil melangkah menuju rumah pink itu, aku tertawa mendengar guyonan Bima. Ini aku nggak selingkuh kan, ya? Nggak dong. Aku sama Bima pure hanya teman. Aku suka lagunya, dan aku menginspirasi dia. Itu aja. Nggak lebih. "Lo nanti ada ke sini juga?" tanya aku, beberapa meter lagi aku sampai. Tapi kenapa kok kayaknya nggak rame, ya? Beda seperti keadaan di tempat syuting kemarin.

Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang