Chapter 29 | Aku mau kibas poni meski poni aku pendek!
Mas Felix bilang, dia akan menjemput aku jam setengah tujuh malam. Setelah twilight berlalu. Mas Felix juga bilang, acaranya nggak terlalu formal. Jadi, aku nggak perlu pakai jas dan celana kain. Ew! Memangnya aku mau pergi ke pesta pejabat gitu? Nggak, lah. Oleh karena itu, aku mengenakkan kemeja press body keluaran Spring bulan lalu dari Alutro yang aku beli di Sency sama the bencongs and the gengs. Untuk celananya, aku mengenakkan jeans Jar's yang baru Tante India belikan untuk aku di Singapura. Sepatu aku pun, aku hanya memakai Supra Ordinary Flat Bow. Penampilan aku persis orang yang mau pergi ke pesta ulang tahun.
Bukannya mau pergi ke acara ngumpul keluarga besar. Well, whatever. Kan bukan keluarga aku.
Aku sudah bilang ke Damon kalau aku mau ke acara ngumpul keluarganya Mas Felix ini. Weird, dia sama sekali nggak melarang atau bertanya lebih lanjut. Dia membolehkan aku pergi begitu saja. Dia juga masih nggak tahu sih kalau Mas Felix pernah mencium bibir aku. Side ponytail, aku juga nggak punya niat untuk memberitahu Damon soal itu. Toh, itu hanya ciuman sesaat. Nggak penting. Berarti aku nggak ada berbohong apa-apa sama Damon.
Damon juga sudah pergi daritadi sore. Dari gayanya yang keren, aku yakin dia mau menjemput Miranda. Mungkin dia takut kena macet dan membuat Miranda kesayangannya itu menunggu. Entahlah, semenjak Damon tahu kalau aku suka ngomongin hal-hal buruk tentang Miranda, dia lebih sensitif dan... dan... apa, ya? Agak menjaga jarak, kayaknya. Aku juga nggak begitu tahu.
Tetapi, kami tetap berciuman dan saling sayang-sayangan. Meski kadarnya nggak kayak kali pertama kami melakukannya. Damon juga suka melamun, dia kadang kalau diajak bicara suka nggak nyambung. Seolah-olah ada hal besar yang sedang dia pikirkan. Aku mau bertanya, tapi aku tahu nanti jawabannya akan bikin aku sakit hati. Perasaan dan insting aku berkata (meski perasaan sama insting aku sering salah) Damon sedang memikirkan Miranda.
Mungkin Damon merasa bersalah sama Miranda karena dulu Damon nggak cinta sama dia.
Who knows, kan? Kalau bukan karena itu, aku akan menghela napas dengan lega. Tapi, jika hal lain yang ada di pikiran Damon: semisal meninggalkan aku karena nggak enak sama Miranda, Damon nggak benar-benar sayang sama aku. Walaupun itu nggak mungkin karena tatapan Damon untuk aku masih terasa menyejukkan. Aku percaya Damon sayang sama aku.
Bunyi klakson mengagetkan aku. Untung saja aku terlonjak dengan gaya manja dan cantik. Yang bunyiin klakson itu soalnya Mas Felix. Aku nggak mau terlonjak seperti cowok straight. Gaya lonjakkan mereka aneh. Seperti lagi kesurupan Suketi.
Mas Felix keluar dari dalam... oh, itu bukan van-nya. Itu mobil sungguhan. Maksud aku, Mas Felix mengendarai Lamborghini. Like for real. Ya, ampun! Dia nyolong di mana itu mobil? Aku nggak mau naik mobil itu, nanti aku dicap sebagai tersangka juga. Dan lihat itu, cara Mas Felix membuka pintu mobilnya dengan gerakkan ke atas. Kayak yang ada di film-film Hollywood. Ini pasti mobil curian! Aku yakin. Mas Felix kan hanya pengusaha bau anyir. Kencur, maksudnya.
Anywhore, mobilnya juga warna kuning. Kalo terjebak di banjirnya Jakarta, nanti dikira itu taik raksasa yang lagi ngambang. Ew! Ya, ampun! Aku mikir apaan, sih?
"Kakak maling di mana ini mobil, hmmh? Selain penjual Es Tebu, Kakak buronan, ya?" tanya aku secara membabi buta. Biarin aja. Aku masih nggak percaya Mas Felix mengendarai mobil ini.
Disgustingly freak, Mas Felix malah tertawa. Dia membuka pintu pagar dan mengacak rambut aku yang sudah aku tata selama setengah jam. Uh! Harus fix up hair do lagi, deh! "Bukan, lah! Ini emang mobil Kakak, dibeliin sama si tua bangka." Mas Felix merangkul pundak aku mesra. Eh, bersahabat. "Kakak tadi pulang bentar ke rumah, buat ngambil mobil ini. Si tua bangka mana mau kalo anaknya pakek van dekil macem gitu ke acara ngumpul keluarga besar. Si tua bangka kan orangnya gengsian, Dek. Dia lebih baik bohong soal hartanya daripada malu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Catch Me If You Can
HumorSudah pernah nonton orang tawuran? Sudah dong ya. Di TV. Atau mungkin di dunia nyata. Tapi, kamu pernah nggak nonton bencong tawuran? Nggak pernah, kan? Hihihihi. Tapi, ini bukan soal tawuran bencong, ya. Aku pernah sih ikut tawuran bencong. Kami ng...