Aku menjilat kepala kontol Luca, membuat Luca mengangkat tubuhnya untuk memegang kepala aku. Mata kami bertemu, ada senyum di matanya. Aku kembali fokus ke kontolnya. Membawa masuk kontol itu kembali ke dalam mulut aku. Memutar-mutarkan lidah aku di bagian kepala kontol Luca yang memerah. Semua darah terpompa ke sana. Aku jilat bagian lubang kontolnya, membiarkan cairan hangat dan bening precum itu mendominasi rasa asin di lidah aku.
"Mmph, more! Lick it more!" pinta Luca, kedua matanya sudah terpejam. Aku melakukan apa yang dia minta. Aku menjilat naik turun bagian bawah kepala kontolnya, bagian di mana kontol itu merekah bagai kelopak bunga yang baru saja mekar. Di bagian di mana kepala kontol itu membesar karena rangsangan. Aku menarik napas panjang, seperti hal yang aku tahu, sebelum akhirnya aku memasukkan seluruh batang kontol itu ke dalam mulut aku dan memompanya bagai permen panjang dari Swedia. "Holly fuck! You make me crazy, Jerry."
Tentu saja aku membuatnya gila. Aku senang melakukan ini pada kontolnya. Seolah-olah kontol itu memang sudah ditakdirkan untuk aku hisap sampai spermanya muncrat di dalam mulut aku dan aku nggak sengaja menelannya. Atau aku sengaja. Aku tersedak beberapa kali saat Luca nggak sengaja mendorong kepala aku terlalu jauh hingga seluruh batang kontolnya masuk ke dalam mulut aku. Dia mengerangkan kata maaf, yang aku maafkan dengan cara menggigit pelan daging elastis di bawah lubang kontolnya.
Karena aku tahu Luca nggak mau mengeluarkan spermanya di dalam mulut aku, aku mencium pahanya yang agak berbulu. Naik ke pinggang, berlama-lama di lehernya yang wangi padi dan parfum mahal, dan melumat penuh nafsu bibirnya yang terbuka. Lidah kami langsung menyatu tanpa diminta. Seperti sudah ada tombol otomatis untuk lidah kami saling menyapa. Keputusan aku untuk ngentot sama Luca ternyata nggak salah. Aku tahu ini lah yang aku mau. Aku yakin Luca juga begitu. Untuk saling mengisi, saling memiliki.
Luca mendorong tubuh aku kembali ke tempat di mana aku tadi berbaring. Bagai orang-orang di film porno, aku refleks melingkarkan kaki aku di pinggang Luca yang ramping. Kontol Luca yang mengeras menekan bagian yang mengarah ke pantat aku. Luca membuka kait celana aku, menurunkan ritsleting perlahan-lahan. Bunyi grrtt itu bagai musik di tengah hembusan napas kami yang beradu saling berlomba. Luca juga melakukan hal yang sama. Langsung menarik celana dan celana dalam aku sekaligus. Aku baru mau bertanya dengan nakal apa yang akan dia lakukan sama aku, tapi Luca sudah melakukannya terlebih dahulu.
Lidahnya yang basah bagai kapas tercelup air itu sudah mendarat di atas kontol aku yang nggak seberapa besar. Oh, baby! Aku nggak pernah malu mengakuinya. Aku toh nggak perlu punya kontol yang panjang seperti Luca. Dan Luca juga setuju. "Lo nggak usah perbesar penis lo, Er," katanya sembari meremas kontol aku dengan tangannya. "Biar mudah gue hisep."
Aku mau menyahut, sayangnya kontol aku sudah masuk ke dalam mulutnya yang agak dingin. Apa tadi dia ada memakan permen mint saat aku lagi menghisap kontolnya? Aku nggak tahu. Aku penasaran, darimana rasa dingin itu. Karena... rasanya sangat-sangat enak. Membuat aku melengkungkan tubuh seakan-akan aku lagi memperagakan movement a back down touch up. Aku meringis saat lidah Luca menjilat kepala kontol aku yang berdenyut. Semua rasa nikmat itu berkumpul di sana, dan Luca tahu sekali menggunakan lidahnya untuk menyiksa aku. Lagi-lagi aku meringis saat jari telunjuk Luca menusuk masuk ke dalam lubang pantat aku. Aw!
Dia mengeluarkan jari telunjuknya dari dalam sana, tahu kalau lubang pantat aku berkedut menolak. Luca nggak melakukan apa-apa. Aku mendengar bunyi laci dibuka, lalu tangan Luca kembali lagi menyentuh paha aku. Aku membuka mata, menatap Luca yang sedang menyemprot butt spray ke arah lubang pantat aku. Aku tahu itu apa. Spray pelicin agar jari tangan mudah masuk ke dalam lubang pantat. Lady punya itu di dalam purse pink Gucci-nya.
Kontol aku kembali masuk ke dalam mulut Luca. Jarinya pun begitu. Kali ini aku mendesah. Hm!
Aku nggak tahu bagaimana cara Luca menemukannya, atau memang dia sudah berpengalaman, dia cepat sekali menemukan prostat aku di dalam sana. Setiap kali aku ngentot sama pacar-pacar aku, mereka selalu lama menemukannya. Aku harus mengerang minta ampun dulu. Aku merasa kotor, seolah-olah aku lagi di-BDSM. Sedangkan bersama Luca nggak begitu. Aku benar-benar menikmati apa yang dia lakukan sama lubang pantat aku. Bahkan, beberapa saat yang lalu—nah ini!—aku meliukkan tubuh bagai ular sambil merintih ke-enakkan. His amazing!

KAMU SEDANG MEMBACA
Catch Me If You Can
HumorSudah pernah nonton orang tawuran? Sudah dong ya. Di TV. Atau mungkin di dunia nyata. Tapi, kamu pernah nggak nonton bencong tawuran? Nggak pernah, kan? Hihihihi. Tapi, ini bukan soal tawuran bencong, ya. Aku pernah sih ikut tawuran bencong. Kami ng...
Today Playlist: Mocca - I Think I'm In Love
Mulai dari awal