抖阴社区

Let's the Music Play: Bastille - Flaws

Mulai dari awal
                                    

"Nggak," jawab Bima. Aku bisa merasakan ada nada muram di suaranya. "Gue masih harus manggung lagi di Pacific Place. Lagian, kalo lokasinya di situ, syutingnya nggak terlalu bikin gue terinsiparsi. Soalnya yang di-syuting soal keluarga Alexandra. Interaksi Leon sama Alexandra di situ terbatas. Jadi gue nggak bisa nyari inspirasi."

Emang ada hubungannya, ya? Terus, alih-alih terinspirasi sama hubungan Leon dan Alexandra, kenapa dia malah terinspirasi sama aku sekarang? Makin nggak satu-kesatuan dong. Sudah, lah. Aku kan nggak mengerti isi pikiran musisi.

"Oh, jadi kemarin lo dateng ke lokasi syuting buat nyari inspirasi gitu? Gue kira karena lo emang suka ngitil." Ngitil itu artinya ikut-ikutan. Bukan itil, ya.

"Kind of." Suara senar gitar dipetik terdengar. "Lo udah ketemu sama Tomas?"

"Belum. Ini rumah kayaknya nggak ada orang deh. Sepi banget." Aku menaiki tangga spiralnya. "Tapi pagernya nggak dikunci. Malah kebuka lebar. Euh, banyak mobil juga sih. Apa mereka semua lagi bobo siang, ya?"

Bima tertawa. "Mungkin mereka syuting di belakang rumah. Coba aja langsung masuk. Mereka juga udah kenal sama lo. Kan kemarin Tomas ngenalin lo sama semua crew. Mereka juga pasti inget. Lo kan unik?"

"Apa itu maksudnya?" tanya aku curiga. Mengikuti saran yang Bima berikan. Aku langsung masuk ke dalam rumah. Nah, dari sini aku baru mendengar suara-suara orang bercakap-cakap. Dan rambut Dora itu... pasti Jenly.

"Iya. Unik. Gigi kelinci lo lucu."

Meh! Kenapa sih semua cowok menganggap gigi kelinci aku lucu? Bagaimana reaksi Bima kalau dia tahu aku cadel saat gugup? Dia bakal menganggap aku badut.

"Lo cowok keseribu yang bilang begitu."

"Emang lo bisa punya kenalan sampe seribu cowok sedangkan umur lo paling masih delapan belas?" Bima berujar skeptis. Membuat aku ingin mencekik lehernya. Dia memangnya nggak ngerti perumpamaan apa? Eh, itu perumpamaan atau bukan?

"Gue kira lo bukan jenis menyebalkan kayak Tomas. Ternyata gue salah. Bener kata Om gue, jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Apalagi sesuatu itu yang punya wajah tampan. Biasanya mereka ada bikin perjanjian sama setan.

Bima ngakak keras, membuat aku terlonjak kaget. Tawanya benar-benar lepas. Seakan dia nggak punya beban hidup di dunia ini. Aku menunggu sampai tawanya reda. Sampai dia bisa mengatur lagi napasnya yang masih tersengal. Fiks, deh. Aku sudah jadi badut sekarang. Damon dan yang lain benar, aku jenis manusia suka melucu. Dan Lady bilang harusnya aku jadi jenis banci yang elegan dan jual mahal. Sayangnya, nggak bisa.

"Dari omongan lo yang tadi," kata Bima ketika dia sudah bisa bicara, "yang gue tangkep juga bagian tampan. Menurut lo gue tampan? Kata Adek gue, gue ini dekil."

"Iya, sih. Lo emang dekil. Tapi nggak usah pura-pura nggak sadar kalo lo emang tampan. Maksud gue, hello! Liat aja follower lo di Instagram dan Twitter. Lo juga baca sana komenan mereka. Muji-muji lo dengan bilang lo salah satu orang berwajah Indonesia yang paling ganteng. Dengan warna kulit eksotis dan senyuman sendu."

"Mereka bilang begitu?" tanyanya sok lugu.

Aku ber-meh sekali lagi. "Mending lo tutup semua akun sosial media lo kalo lo sama sekali nggak baca komenan dari mereka."

"Terus, cara gue promosi album supaya bisa jadi orang kaya dan ngajak lo kawin di San Fransisco gimana dong? Kan penghasilan gue dari jualan album."

"Kawin? Emang lu pikir gua kambing." Bima hanya tertawa mendengar sahutan aku soal kawin-kawin yang dia utarakan. Dia nggak serius, kan? Maksud aku, dia nggak cinta sama aku atau apa, kan? Jangan dong! Ribet nanti urusannya.

Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang