***
"Tidak," Yina menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa naik ke mobil orang asing," susulnya, menolak tawaran Jiyong untuk mengantarnya pulang. Jelas Jiyong ingin mengantarnya pulang, setelah Yina dengan jelas mengatakan kalau Lalisa Kim adalah ibunya, wanita yang dulu menjadi anak pelatihan di YG Entertainment, belasan tahun lalu.
"Lalu bagaimana kau akan pulang?" Jiyong bertanya, sembari menatap ke sekeliling mereka. Hari sudah gelap saat itu, dan Yina sadar kalau ibunya pasti khawatir. "Kau ingin aku memesankan taksi untukmu?" susulnya, namun Yina juga ragu menerima tawaran itu. Ia sudah beralasan tidak diizinkan naik ke mobil orang asing, dan supir taksi juga orang lain.
"Uhm... Boleh aku pinjam handphonemu? Aku akan meminta ibuku menjemputku," tanya Yina, setelah beberapa menit menimbang-nimbang.
Di dekat pintu utama gedung agensi itu, Jiyong mengulurkan handphonenya. Meminjamkan handphonenya pada Yina. Padahal gadis itu bisa menelepon ibunya dari kantor keamanan tadi. Kalau pada akhirnya ia tetap meminta ibunya datang, Jiyong tidak perlu mengeluarkannya dari tatap prihatin para penjaga keamanan.
"Eomma? Aku menelepon dengan handphone orang lain," Yina berkata setelah panggilannya di jawab.
"Yina? Dimana kau sekarang? Kau bilang akan pulang sebelum gelap. Handphone siapa ini?" tanya wanita yang menjawab teleponnya. Lisa sudah menunggu dengan resah di rumah, sebab Yina tidak menepati kata-katanya sore tadi, untuk pulang sebelum gelap.
"Aku dijahili teman-temanku," Yina berkata, setengah berbisik. "Sekarang aku tidak bisa pulang, mereka mengambil handphone dan tasku. Aku ada di agensinya Wonyoung sekarang. Ceritanya panjang, nanti aku ceritakan. Tolong jemput aku," pintanya, sembari sesekali melirik Jiyong.
"Kau sungguh- augh! Baiklah, tunggu di minimarket, restoran atau cafe dekat sana. Jangan menunggu di tempat sepi. Cari tempat terang yang punya cctv. Hati-hati dengan orang asing," kata Lisa, bersamaan dengan suara-suara bising, suara gerak acak yang membuat Yina tahu kalau ibunya tengah mencari kunci sepeda motornya sekarang.
Mereka tidak punya mobil. Kendaraan nyaman itu terlalu mahal untuk mereka. Hanya sebuah sepeda motor dengan kotak bagasi di bagian belakangnya, yang sesekali Lisa gunakan untuk mengantar pakaian-pakaian pelanggannya. Panggilan kemudian berakhir setelah Yina mengiyakan perintah ibunya. Ia kembalikan handphone Jiyong lantas memberitahunya, kalau ibunya menyuruh ia menunggu di minimarket dekat gedung agensi itu.
Sekali lagi, Jiyong menurutinya. Dengan berjalan kaki, Jiyong mengantar Yina ke minimarket, tepat di sebelah gedung agensi itu. Begitu tiba, Yina mengambil duduk di bangku plastik, di depan minimarket, lurus sejajar dengan petugas kasir minimarket itu. Sedang Jiyong mengambil duduk di depannya, lalu mengeluarkan selembar uang pecahan lima puluh ribu dari sakunya. Ia berikan uang itu pada Yina, menyuruhnya untuk membeli beberapa minuman juga makan malam, untuk mereka.
"Apa yang harus aku beli?" tanya Yina, yang tidak punya apapun selain pakaian di tubuhnya.
"Sekaleng kopi, mie instan dan sebotol air mineral untukku. Sisa uangnya bisa kau pakai untuk membeli makan malammu," suruh Jiyong dan Yina mengangguk, menurutinya begitu saja. Pria itu menyuruhnya berbelanja, dan ia akan mengambil uang kembaliannya sebagai ongkos berbelanja.
Lima belas menit Yina sibuk di dalam minimarket. Membawa sekantong minuman yang ia gantung di lengannya, juga dua mangkuk mie instan yang masih tertutup rapat. Ia meletakan semangkuk mie instan di depan Jiyong, lantas menaruh mangkuk lainnya di sisi lain meja itu. Ia juga mengeluarkan botol-botol minuman mereka, sekaleng kopi, sebotol soda dan dua air mineral. Tidak lupa, dua bungkus sosis juga dua kimbab segitiga. Sisa uangnya, ia letakan juga diatas meja. Hanya beberapa ribu dengan beberapa keping koin.
"Terima kasih untuk makan malamnya, Paman," ucap Yina, setelah ia duduk di depan Jiyong.
"Kau tidak membeli kimchi?"
"Uangnya tidak cukup," geleng Yina. "Tapi, oppa itu memberiku bonus, gratis," susulnya sembari mengeluarkan sebungkus kecil kimchi kemasan dari sakunya.
"Oppa?"
"Ah... Maksudku kasir minimarketnya, dia memberiku ini karena aku memanggilnya oppa," ralat Yina, yang kemudian membukakan kimchinya, meletakannya di tengah meja, agar mereka bisa makan bersama. "Selamat makan, terima kasih untuk makan malamnya, paman," susulnya, yang mulai membuka mie instannya. Membiarkan asap hangat mengepul bersama aroma asin dari kuah mie itu. Jiyong melakukan hal yang sama, namun ketika Yina membuka kimbabnya, mencampur nasi dengan rumput laut itu ke dalam mie instannya, Jiyong tidak melakukannya.
"Kau bisa menghabiskan semua itu?" Jiyong bertanya, sebab dirinya tidak pernah makan bersama seorang perempuan yang makan sebanyak itu.
"Bisa," angguk Yina. "Aku masih masa pertumbuhan, aku perlu makan banyak untuk berfikir di sekolah. Tapi jangan memberitahu ibuku," susulnya, sembari mulai mengisi perutnya yang kelaparan setelah seluruh kejadian hari ini.
"Kenapa? Kau tidak boleh banyak makan?" Jiyong bertanya, juga sembari menikmati mie instannya, dengan sosis yang Yina berikan.
"Tidak," gelengan kecil gadis itu menjawab pertanyaan Jiyong. "Aku ingin makan lagi di rumah nanti. Ibuku berjanji akan membuat spring roll malam ini. Kalau dia tahu aku sudah makan, dia tidak mau membuatnya," ceritanya.
"Tapi... Siapa namamu? Bagaimana kau tahu aku teman ibumu?"
"Yina, Yina Kim," gadis itu menunjukan tag nama di seragamnya. "Aku pikir paman sudah tahu," katanya selanjutnya. "Ibuku pernah jadi anak pelatihan di YG, dan dia memberitahuku beberapa orang yang dulu jadi temannya selama berlatih. Dia bilang paman sering memberinya permen dan cokelat, diam-diam karena ibuku harus diet. Padahal ibuku sulit gemuk, tapi orang-orang tetap membatasi makanannya, membuatnya kelaparan. Sebenarnya cerita itu sudah lama sekali aku dengar, mungkin ketika aku masih sekolah dasar? Aku lupa. Tapi beberapa hari yang lalu, seorang temanku datang dan menemui ibuku, bertanya pada ibuku tentangmu. Jadi aku mengingatmu lagi," oceh gadis itu, sembari terus mengunyah dan menelan mienya.
"Ah... Begitu? Jadi ibumu mengingatku?"
"Dia juga mengingat member WINNER, lalu AKMU, ada produser TOP juga, eomma bilang, kalian sering makan siang bersama dulu. Di kafetaria, lalu di minimarket sebrang jalan. Saat libur, eomma pernah mengajakku berkeliling di sekitaran YG, memberitahuku tempatnya dulu bermain."
"Ah... Begitu? Sepertinya kalian dekat."
"Tentu saja, dia ibuku," balas Yina.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Introducing Me (New Version)
FanfictionAku si itik buruk rupa yang ditinggalkan ibuku. Aku melihatnya bertengkar kala itu, marah dan memukul pria di depannya, laki-laki yang aku pikir ayahku, tapi tidak pernah sudi aku panggil begitu. Keesokan harinya, setelah pertengkaran hebat, ia memb...