抖阴社区

49

380 92 31
                                    

***

Senin pagi, kekacauan terjadi dalam keluarga kecil itu. Yina terlambat bangun karena kelelahan, dan Jiyong dibuat sibuk karena Lisa kesakitan. Gadis itu tidak pernah mabuk sebelumnya, dan semalam, dalam pesta pernikahan sederhana mereka, Lisa dibuat mabuk berat. Makan malam bersama itu berjalan lancar di jam-jam pertama, namun setelah si peminum berat—Choi Seunghyun—datang, semuanya tidak lagi terkendali. Semua orang kesal atas undangan tiba-tiba itu, namun mereka tetap datang. Bahkan mau mengadakan jumpa fans dadakan dengan teman-teman sekolah Yina.

Choi Seunghyun datang dari Tokyo, aktor Lee Soohyuk, langsung terbang dari Paris karena undangan itu. Sandara Park pun sama, ia tinggalkan Wonyoung di London hanya untuk makan malam sederhana itu. Semua orang yang Jiyong undang, membatalkan jadwal mereka hanya untuk makan malam dengan gaun pengantin itu. Demi teman mereka yang seumur hidupnya melajang. Merayakan hilangnya keperjakaan pria itu, yang tidak bisa berhenti tersenyum meski dimaki teman-temannya.

Tapi pagi ini Jiyong tidak sempat tersenyum. Ia dibuat sibuk oleh Yina juga ibunya. Jiyong terbangun sendirian di dalam kamarnya pagi ini, ia bangun karena suara teriakan Yina. Anak itu bilang ibunya muntah-muntah di kamar mandi. Yina baru saja selesai mandi, ketika ibunya tiba-tiba menerobos masuk, mendorongnya keluar dari ruang sempit itu lantas memuntahkan isi perutnya di closet.

"Paman! Tolong!" seru Yina, sangat keras hingga Jiyong melompat dari ranjangnya, benar-benar khawatir.

Sementara Jiyong menepuk-nepuk punggung Lisa, Yina menonton dari pintu kamar mandi. "Paman, ada apa dengannya? Langsung hamil? Padahal baru kemarin?" tanya Yina, sama sekali tidak berniat untuk bercanda. Ia benar-benar bertanya karena khawatir.

"Tidak," kata Jiyong, yang memegangi rambut istrinya, memastikan rambut panjang itu tidak kotor karena muntahannya, atau karena closetnya. "Ibumu hanya pengar, aku juga pengar. Bisa buatkan mie instan sebelum pergi?" tanyanya kemudian, sebab Yina sudah memakai seragamnya sejak ia berteriak tadi.

"Sudah," jawab Yina. "Eomma sudah membuat mie instan, sarapan kita hari ini mie instan," jawab Yina.

Lisa berhenti muntah sekarang, bersandar pada kaki Jiyong, mengatakan kalau perutnya sakit sekali. "Rasanya seperti mau mati," keluh Lisa, sebelum ia muntah untuk kesekian kalinya.

"Tidak akan, kau tidak akan mati hanya karena minum beberapa gelas whiskey," jawab Jiyong, yang semalam menghabiskan hampir tiga botol sendirian. Semua orang memaksanya minum, mabuk-mabukan sepanjang malam di depan seorang anak sekolah menengah. Beruntung karena Sandara bisa menahan dirinya untuk tidak minum dan mengirim semua orang pulang. Wanita itu juga yang menjaga Yina, menemaninya berbincang, memastikan Yina tidak mencicipi setetes pun alkohol.

Setelah semua isi perutnya keluar, Jiyong membantu Lisa keluar dari kamar mandi. Yina masih mengekor, memperhatikan ibunya yang merengek kesakitan, berjalan pelan ke sofa lantas berbaring di sana. Gadis itu juga menekan tombol flush di closet mereka. Menyingkirkan sisa-sisa makanan ibunya.

"Aku tidak akan minum lagi!" seru Lisa. "Sakit sekali, perutku sakit, kepalaku sakit, sakit sekali!" rengeknya sembari berbaring di sofa.

"Paman-"

"Ibumu baik-baik saja, ayo makan sarapanmu lalu pergi sekolah," potong Jiyong, sedikit mendorong Yina untuk segera ke meja makan. Pria itu duduk di meja makan, menelan kuah mie instan di meja, sembari sesekali melihat pada Lisa. Memastikan gadis yang tengah merengek itu tidak jatuh dari sofa.

"Apa paman juga begitu saat mabuk?" tanya Yina dan Jiyong menggeleng.

"Hanya saat pertama kali," jawabnya. "Sebentar lagi akan aku belikan obat, dia akan baik-baik saja," susulnya. Kepalanya berdenyut dan perutnya pun sakit, namun ia bisa menganggap dirinya sudah terbiasa dengan rasa sakit itu.

Jiyong hanya meminum sebagian dari kuah mie instannya, untuk menyadarkan dirinya sendiri dari pengar yang dialaminya. Kemudian ia bangkit, pergi ke kamar untuk mengambil dompetnya. "Pergilah ke sekolah naik taksi kalau kau terlambat," kata Jiyong sembari memberi beberapa lembar uang saku pada Yina. "Aku akan membelikannya obat dulu," susulnya, yang kemudian melangkah keluar meninggalkan rumah hanya dengan celana pendek serta kaus yang dipakainya tidur semalam.

"Yina-ya, kalau aku mati, minta Jiyong oppa untuk merawatmu, dia pasti mau melakukannya," ucap Lisa, dengan suara memelas yang terdengar sendu.

"Eomma! Kenapa bilang begitu?" seru Yina, meninggalkan meja makan untuk mendekati ibunya. "Paman bilang kau tidak akan mati," serunya, kebingungan karena Jiyong sudah pergi.

"Tapi ini sakit sekali," rengek Lisa. "Kepalaku seperti akan meledak... Aku akan mati kalau kepalaku meledak, iya kan?" ucapnya. "Maaf karena makanan terakhir yang aku buatkan untukmu hanya mie instan," susulnya—ia masih mabuk. Sangat mabuk dengan efek pengar yang parah.

Jiyong kembali setelah beberapa menit pergi. Mungkin sepuluh menit karena kepalanya sakit jika diajak berlari. "Kenapa kau masih di sini? Kau tidak pergi ke sekolah?" tanya Jiyong, melihat Yina duduk di tepian sofa, memegangi tangan ibunya. Ia bahkan belum menyelesaikan sarapannya.

"Eomma bilang dia akan mati, bagaimana aku bisa meninggalkannya?" tanya Yina, ia terlihat benar-benar khawatir, hingga Jiyong tidak bisa berkata-kata lagi.

Lisa hanya pengar!—Jiyong ingin berteriak begitu, namun ia hanya mampu menghela nafasnya. Kalau kepalanya tidak sakit sekarang, Jiyong pasti akan tertawa melihat ibu dan anak itu. Ia hampiri istrinya, membantunya untuk bangun dan menelan obat pengarnya. "Sekarang tidur lah, kau akan merasa lebih baik setelah tidur," kata Jiyong, setelah Lisa berhasil menelan obat pengarnya.

Di sofa wanita itu terlelap, sedang Yina pergi ke sekolah dengan taksi yang Jiyong pesan. Yina sempat menolak untuk pergi, karena takut ibunya benar-benar meninggal. Namun setelah dibujuk—tentu oleh Jiyong—gadis itu akhirnya berangkat. Namun belum sepuluh menit Yina pergi meninggalkan rumah, gadis itu sudah menelepon, menanyakan keadaan ibunya.

Yina khawatir dan Jiyong lelah menanggapinya. Beruntung karena setelah pukul dua belas, Lisa baru merasa lebih baik. Gadis itu baru sadar setelah tidur beberapa jam. Begitu bangun, ia lihat sekelilingnya, meja makan sudah bersih. Piring-piring kotor sudah dicuci dan Jiyong masih di rumah, berbaring di ranjang sembari menatap layar handphonenya. Pria itu membiarkan pintu kamarnya terbuka, agar ia bisa melihat Lisa yang tidur di sofa dari dalam kamar. Namun ia tidak menyadari bangunnya wanita itu.

"Oppa, jangan ajak aku minum-minum lagi, aku tidak cocok dengan alkohol," keluh Lisa, yang menghampiri Jiyong di kamar, lalu berbaring di sebelah pria itu. "Aku membencinya, wine, whiskey, semuanya," marahnya.

Jiyong memeluknya, sembari meletakan handphonenya di sebelah kepala Lisa. "Hm... Aku tidak akan mengajakmu minum-minum lagi," Jiyong setuju. "Masih sakit?" tanyanya.

"Tidak separah tadi pagi," pelan Lisa, ia sandarkan dahinya pada dada prianya, juga balas memeluk pria itu. "Bagaimana oppa bisa bertahan dengan rasa sakit ini? Sangat menyiksa," katanya kemudian.

"Aku tidak tahu, mungkin karena terbiasa," pelan Jiyong. "Hubungi putrimu, dia khawatir kau benar-benar mati," suruh Jiyong kemudian. Perintah yang langsung Lisa laksanakan di saat itu juga.

***
Cerita ini jadi panjang banget... Tapi yaudah lah ya, gapapa, aku juga lagi ga ada ide buat cerita lain hehehe

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang