抖阴社区

41

351 81 4
                                    

***

"Oppa, pernikahan seperti apa yang kau inginkan?" Lisa bertanya, masih sembari menggenggam jemari lawan bicaranya. Melangkah berdampingan, di atas trotoar, kembali menuju binatu. Hari sudah gelap sekarang, dan jalanan ramai dengan pejalan kaki-mahasiswa yang baru saja keluar kelas, juga beberapa pekerja yang pulang kerja.

"Uhm... Pertama, aku ingin mendaftarkan pernikahannya," jawabnya, yang Lisa balas dengan sebuah anggukan persetujuan. "Aku tidak suka berpesta, tapi aku ingin memilih gaun pengantin untukmu. Aku juga ingin punya foto pernikahan, untuk digantung di ruang tengah, atau di kamar. Lalu makan malam dengan orang-orang yang aku kenal. Aku tidak punya keluarga, tapi makan malam bersama beberapa temanku, temanmu, seperti keluarga, kedengaran menyenangkan. Bagaimana denganmu? Pernikahan seperti apa yang kau inginkan?" ocehnya, sedang Lisa mendengarkannya sembari memperhatikan sisi kiri wajahnya. Tersenyum dan sesekali melihat ke depan agar tidak jatuh, atau menabrak pejalan kaki lain.

"Pernikahan yang aku inginkan? Sama seperti yang oppa inginkan," senyumnya. "Kita bisa mendaftarkan pernikahan besok. Kalau sekarang kantornya sudah tutup kan?" tanya gadis itu.

Sepanjang jalan mereka berbincang, membahas semua yang ingin Jiyong lakukan dengan pernikahan mereka. Lisa tidak pernah membayangkan semua itu sebelumnya. Hatinya berdebar setiap kali melihat adegan pernikahan dalam drama, atau dalam film. Namun tidak sekali pun ia membayangkan pernikahannya sendiri. Sekarang, hanya dengan mendengar semua keinginan Jiyong, hanya dengan melihat senyum bahagia pria itu, jantungnya mengembang, seperti balon, seolah akan meledak lalu menghamburkan banyak kelopak bunga dari sana. Lisa menyukainya, perasaan berdebar itu.

Belum sampai mereka di rumah, Jiyong sudah lebih dulu melepaskan pegangannya. Yina berdiri di depan mereka, berjarak beberapa meter di halte. Gadis itu baru saja turun dari sebuah mobil. Mobil yang sangat familiar bagi Lisa, bahkan untuk Jiyong sekalipun-mobil Bibi Oh.

"Eomma-" Yina terlihat panik, seolah baru saja tertangkap basah. Sedang Bibi Oh yang juga menyadari keberadaannya, yang sempat berbalas tatap dengan Lisa, langsung melaju pergi begitu saja.

"Kenapa turun di sini?" Lisa bertanya, seraya melangkah menghampiri putrinya. "Kenapa dia menurunkanmu di sini? Bukan di depan rumah?" ulangnya, yang kemudian dipaksa membisu sebab Yina tiba-tiba memeluknya.

"Pasti dia takut," celetuk Jiyong, yang sekarang memasukan kedua tangannya dalam saku celananya. "Kau melarangnya menemui Yina," susulnya, yang kemudian mengaduh sebab Lisa menendang tulang keringnya. Tidak seberapa keras, tidak juga mengejutkan. "Kau sudah makan malam?" pria itu kemudian bertanya, pada Yina yang tengah memperhatikannya, juga ibunya. Gadis itu terlihat curiga, penasaran, ingin tahu detail ocehan Jiyong.

Yina sudah makan malam, bersama Bibi Oh, juga cucunya yang sekarang duduk di kelas enam sekolah dasar. Sembari melangkah gadis itu bercerita, kalau Bibi Oh tiba-tiba menjemputnya sepulang sekolah. Wanita itu mengajaknya pergi ke tempat bimbel cucunya. Mengenalkan Yina pada cucunya, seorang perempuan, siswa sekolah dasar yang sudah ikut bimbel untuk bersiap masuk ke fakultas kedokteran. Mendengar cerita itu, Lisa juga Jiyong pun terkejut.

"Itu," kata Yina, menunjuk wajah dua orang dewasa di depannya. "Begitu wajahku tadi, aku juga terkejut. Dia masih kelas enam, tapi sudah bersiap untuk masuk kuliah. Dia bahkan sudah pergi ke kampus yang ingin dia tuju, bertemu dengan dosen yang bahkan belum tentu masih bekerja di sana saat dia masuk kuliah nanti. Dia ikut kompetisi ini, kompetisi itu, semua untuk catatan sekolahnya," heran Yina. "Tapi saat aku tanya, kenapa dia ingin kuliah di sana, dia bilang-semua orang ingin pergi ke sana. Nenek, ibu dan ayahnya bilang semua orang ingin pergi ke sana. Lalu Bibi Oh menatapku seperti sedang bilang-lihat, bahkan anak kecil saja tahu, kenapa kau tidak tahu?-dia membuatku kesal. Tapi untungnya aku masih bisa menahan diri. Aku tidak mengatakan apapun, aku tetap tersenyum dan mengiyakannya. Sebelas bulan lagi, aku akan bertahan sebelas bulan lagi. Begitu lulus sekolah nanti, dan dia tidak lagi membayar uang sekolahku, aku tidak akan bersabar lagi," ocehnya, tepat di depan pintu binatu.

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang