***
Yina melangkah keluar dari kelasnya, berjalan menyusuri lorong lantas masuk ke sebuah ruang lainnya. Ruang kelas lain, dimana Lalice harusnya berada. Tiba di pintu, ia lihat Lalice duduk di kursinya. Sudah selesai mengemas tasnya, akan segera pergi dari sana. Di kursi lainnya, di depan dan sebelah Lalice, ada dua sahabatnya—Somi juga Nayeon.
"Lalice," Yina melangkah mendekat, namun bukan hanya Lalice yang menoleh. Somi juga Nayeon pun menoleh, bahkan lebih dulu bereaksi ketika melihat Yina. Menatap gadis itu dengan raut kesal.
"Apa yang anak baik lakukan di sini?" Nayeon mencibir, dengan mimik menyebalkan khasnya. Yang sama sekali tidak Yina pedulikan.
"Ya! Jangan bicara padanya, nanti kau akan dikeluarkan dari sekolah," susul Somi, juga dengan tatapan sinisnya.
"Hm... Kau tidak perlu bicara padaku, kau juga. Jangan bicara padaku," balas Yina, menunjuk Somi juga Nayeon. Lantas ia tatap kembali alasannya datang ke sana, menatap Lalice yang hanya menatapnya, menunggu tontonan menarik di depannya—petengkatan antara Yina dan dua teman mainnya. "Apa rencanamu sepulang sekolah? Apapun itu, bisa batalkan rencanamu? Temani aku," susulnya kemudian, kali ini bicara pada Lalice.
"Kenapa aku?" balas Lalice, yang kemudian menggeleng, mengatakan kalau ia tidak punya alasan untuk menemani Yina.
"Alamat yang kau berikan waktu itu, aku mau ke sana," jawab Yina.
"Lalu?"
"Temani aku ke sana."
"Tidak mau," tolak Lalice. "Aku tidak tertarik lagi," susulnya.
"Bukankah kakakmu lebih suka melihatmu pergi denganku? Daripada dengan mereka?" tanya Yina. "Aku butuh... itu, jadi temani aku," pintanya, kali ini sembari menunjuk bibir Lalice dengan jari telunjuknya. "Kita bertemu di belakang sekolah sepuluh menit lagi, okay?" putus Yina, sebab lawan bicaranya tidak berkomentar. Hanya Somi dan Nayeon yang berseru, kesal mendengar ocehan Yina.
"Kenapa di belakang sekolah?" tanya Lalice, mulai sedikit penasaran, sedikit tertarik.
"Ada Pamanku di depan sekolah," santai Yina. "Dia tidak akan membiarkanku pergi melakukan apa yang akan aku lakukan," susulnya, sembari melangkah keluar kelas itu. Meninggalkan Lalice untuk kembali ke kelasnya sendiri. Ia belum merapikan tasnya begitu bel pulang sekolah berbunyi tadi. Langsung pergi ke ruang kelas lainnya, sebelum Lalice menghilang dari sana.
Yina mengajak Lalice untuk menemui anak laki-laki Bae Irene. Lepas mengemasi barang-barangnya, ia mengirim pesan pada Jiyong, berkata kalau dirinya akan pulang terlambat. "Paman, maaf sekali, aku baru mengabarimu," ucapnya pada Jiyong yang meneleponnya, setelah pesannya terkirim. "Aku belum mengerjakan tugasku dan dihukum hari ini. Aku akan pulang terlambat," susulnya, sembari melangkah ke belakang gedung sekolahnya.
Di tangga menuju lantai dasar, Yina kembali berpapasan dengan Lalice, juga dua temannya. Namun gadis itu tidak bicara pada mereka, ia sibuk menelepon. "Aku akan pulang naik taksi nanti, Paman sudah di depan sekolah ya? Maaf aku baru sempat mengabarimu," ucap Yina kemudian. "Aku lupa kalau ada tugas bahasa hari ini, jadi dihukum, tugasku ditambah dua kali lipat dan nilai maksimalnya hanya 80. Karena terlambat mengumpulkan," ceritanya, yang kemudian mematikan panggilan itu setelah Jiyong bilang kalau pria itu akan pulang dan bisa menjemput Yina jika nanti gadis itu selesai. Yina hanya perlu menelepon begitu urusannya selesai nanti.
"Siapa sangka si anak baik ternyata bisa berbohong," cibir Nayeon, yang tentu saja mendengar ocehan Yina di telepon tadi.
"Aku juga bisa memukulmu, mau coba?" balas Yina, yang sekali lagi menelepon seseorang. Bak seorang eksekutif sibuk yang harus terus bicara di telepon karena tidak punya waktu untuk bertemu. Kali ini Yina menelepon Yedam, pria yang pernah Nayeon sukai. "Oppa, boleh aku minta tolong?" tanyanya kemudian. "Aku lupa mengerjakan tugas bahasaku. Resensi novel. Novel yang kemarin oppa baca, bisakah oppa membuatkan resensinya untukku?" pintanya, kali ini langsung membuat tiga gadis yang berjalan bersamanya di tangga menoleh padanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Introducing Me (New Version)
FanfictionAku si itik buruk rupa yang ditinggalkan ibuku. Aku melihatnya bertengkar kala itu, marah dan memukul pria di depannya, laki-laki yang aku pikir ayahku, tapi tidak pernah sudi aku panggil begitu. Keesokan harinya, setelah pertengkaran hebat, ia memb...