抖阴社区

13

432 85 2
                                        

***

"Eomma!" Yina memeluk ibunya dari belakang. Mengejutkan wanita yang tengah menyiram tanamannya di dekat gerbang pendek rumah mereka. Yina baru saja pulang, setelah Bibi Oh mengantarnya sampai ke rumah namun enggan untuk mampir dan menyapa Lisa. Beralasan kalau ia punya jadwal lain alias sibuk.

"Oh, kau sudah pulang? Bagaimana dengan sekolah hari ini?" Lisa bertanya, sembari mengusap rambut putrinya, menyelipkan beberapa helai berantakan ke belakang telinganya.

"Hari ini Hyunsuk menari seperti orang gila, di kelas. Sepertinya dia benar-benar sudah gila, sejak pacarnya hamil dan bersikeras ingin melahirkan bayinya."

"Hyunsuk tidak ingin mereka melahirkan anak itu?"

"Orangtuanya yang keberatan. Orangtua mereka keberatan, tapi mereka berdua bersikeras ingin melahirkannya. Mereka bahkan dilarang pergi ke sekolah lagi, oleh orangtuanya, tapi tetap memaksa datang. Mereka sedang memberontak," cerita Yina, ia memilih duduk di anak tangga menuju rumahnya, bercerita pada ibunya yang sibuk berkebun. Sejak paman produser itu datang ke kehidupan mereka, ibunya jadi sering berkebun.

Banyak yang Yina ceritakan, sampai mereka sama-sama masuk ke dalam binatu. Lisa akan meletakan penyiram tanamannya di sudut rak, sedang Yina ingin menaruh tasnya ke meja kasir. Namun langkah gadis berseragam itu terhenti, sebab dilihatnya Jiyong duduk di sudut binatu dengan laptopnya.

"Hei! Paman!" seru Yina, yang alih-alih meletakan tasnya, justru berjalan menghampiri Jiyong dan laptopnya.

"Hm... Hai," pria itu balas menyapa, tanpa mengalihkan fokusnya. Seolah tidak peduli dengan kedatangan Yina di sana.

"Apa yang sedang paman lakukan?" tanya Yina. "Membalas komentar haters?" susulnya, sebab tangan pria itu terus bergerak di atas laptopnya. Yina mengintip ke layar laptop Jiyong, lantas mengerutkan dahinya. "Eomma! Temanmu sudah benar-benar kecanduan game! Lihat berapa diamond yang dia beli!" seru Yina, menunjuk-nunjuk layar laptop Jiyong. "Paman, jangan terus membeli diamond, kau bisa jadi miskin," tegur Yina, menepuk-nepuk bahu Jiyong, berlaga menasehatinya.

"Sudah, biarkan saja dia," balas Lisa. "Dia tidak mau dengar," susulnya. Ya, Lisa sudah menegurnya tadi, tapi Jiyong tetap membeli semua diamond untuk gamenya itu. Padahal Yina—yang mengajarinya bermain game—tidak pernah sekalipun memakai uang aslinya untuk membeli permata palsu itu.

"Eomma, sepertinya paman depresi," Yina berkata, tidak terlalu keras karena ia ingin membuat kesan berbisik, namun cukup keras untuk di dengar Jiyong di sudut binatu tadi. "Dia kena skandal dengan Wonyoung," susul Yina, mengira kalau Jiyong duduk di sudut binatunya sebab pria itu tengah bersembunyi dari reporter dan rumor-rumornya. "Komentar-komentarnya jahat sekali. Produser mesum, pria bejat, pedofil, bla bla bla, aku sudah membaca semuanya," lapor Yina, yang kini duduk di depan meja kasir, tempat ia selalu berada.

Mendengar laporan itu, Lisa menoleh, melihat Jiyong yang hampir tidak berkedip. Fokus menembaki lawannya di dalam game itu. Sebentar Lisa memperhatikannya, lantas kepalanya mengangguk. "Sepertinya memang begitu," katanya, setuju dengan penilaian Yina. "Biarkan saja," tambahnya setelah itu.

Pasangan ibu dan anak itu mengabaikan Jiyong yang sibuk dengan aktivitasnya. Keduanya duduk di meja kasir, tidak melakukan apapun selain menunggu beberapa mesin cuci selesai bekerja. Yina bermain dengan handphonenya, dan Lisa pun begitu. "Eomma, tadi aku bertemu Bibi Oh," Yina berkata, masih sembari menonton beberapa video pendek di handphonenya. "Dia marah karena aku tidak pergi bimbel. Dia bilang, dia akan mendaftarkanku ke tempat bimbel yang sama dengan Junkyu, tapi aku tidak ingin pergi bimbel," katanya.

Lisa sudah mendengar rencana itu. Bibi Oh sudah memberitahunya, lewat telepon kalau ia ingin Yina belajar di tempat yang sama dengan Junkyu, si peringkat satu. Di telepon tadi, Lisa sudah memberitahu Bibi Oh, kalau ia yang akan bicara dengan Yina mengenai masalah itu, sayang... Bibi Oh tidak bisa menunggu lebih lama, jadi ia sendiri yang bicara pada Yina.

"Kenapa kau tidak ingin pergi bimbel?" tanya Lisa. "Kalau alasanmu tidak mau pergi karena biaya, aku bisa membayar biaya bimbelmu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan biayanya," kata sang ibu, meyakinkan putrinya.

"Kau tidak akan marah kalau aku bilang alasannya?" tanya Yina dan Lisa menganggukan kepalanya. Untuk apa Lisa marah? Bahkan tanpa bimbel putrinya sudah begitu cerdas. "Aku rasa, aku tidak berbakat," kata Yina, sembari melengkungkan bibirnya ke bawah. "Belajar bukan lagi sesuatu yang menyenangkan. Aku sudah bangun pagi-pagi untuk ke sekolah, lalu belajar di sana sampai jam empat sore. Apa aku masih harus belajar lagi ditempat bimbel sampai malam? Lalu kapan aku beristirahat? Eomma hanya ingin aku pergi kuliah kan? Bukan masuk fakultas dan kampus terbaik? Aku rasa, aku tetap bisa kuliah di tempat yang biasa-biasa saja dengan nilaiku sekarang," katanya, dengan begitu persuasif. Mencoba untuk membujuk ibunya agar setuju dengannya.

"Hm... Kau tidak perlu bimbel, bahkan ibumu tidak pernah pergi bimbel," seorang pria yang jauh di sudut berkomentar.

"Hei, tolong jangan menguping, main saja sendiri," tegur Lisa, menatap pria yang duduk jauh di belakang putrinya. Yina menoleh pada Jiyong, menggerakan tangannya, meminta pria itu mendekat. Merasa kalau Jiyong akan memihaknya, gadis itu ingin Jiyong ikut berbincang dengan mereka. Namun sang ibu justru menepuk tangannya, menyuruh Yina untuk berhenti berusaha. Mereka tidak perlu melibatkan Jiyong dalam pembicaraan itu. "Yina-ya, tanpa pergi bimbel saja kau bisa dapat ranking lima. Kalau kau pergi bimbel, kau bisa mengalahkan semuanya dan jadi ranking satu," kata Lisa.

"Atau aku bisa jadi ranking sepuluh karena kelelahan belajar," debat Yina. "Eomma... Ada banyak hal yang ingin aku lakukan sepulang sekolah. Kalau sepulang sekolah aku harus pergi bimbel, aku tidak punya waktu untuk melakukan yang ingin aku lakukan. Kalau aku bimbel dengan perasaan seperti ini, aku mungkin akan membolos setiap hari. Bukankah sia-sia semua uang bimbelnya kalau aku membolos?" bujuk gadis itu, bersamaan dengan Kwon Jiyong yang melangkah mendekati mereka. Pria itu hendak mengambil sebotol minuman di lemari es.

"Dia sedang mengancammu, aku akan memobolos kalau dipaksa bimbel," komentar Jiyong, kali ini bicara pada Lisa, seolah Lisa tidak bisa memahami ucapan putrinya sendiri. "Tapi, Yina, apa yang akan kau lakukan kalau tidak pergi bimbel?" tanya Jiyong kemudian. Ia raih sebotol air mineral di lemari es, lantas menarik sebuah kursi untuk duduk di sebelah gadis itu.

"Mengobrol di binatu, menggambar, membaca buku, menulis, mencuci, melipat pakaian, memasak, apapun selain belajar matematika dan sains," jawab gadis itu.

"Bukan bermain game?" tebak Lisa namun Yina justru menunjuk Jiyong dengan ibu jarinya.

"Bukankah paman ini yang harusnya eomma marahi karena terus bermain game? Aku yang mengajarinya tapi dia yang kecanduan, bukan aku," geleng Yina. "Aku tahu kuliah penting tapi aku tidak perlu jadi nomor satu hanya untuk masuk kuliah kan? Aku sudah puas hanya dengan ranking lima. Eomma, aku tidak ingin pergi bimbel. Aku tidak ingin menghabiskan 80% waktuku untuk belajar matematika dan sains," bujuk Yina.

"Tapi semua temanmu pergi bimbel," kata Lisa.

"Ya, dan mereka tetap tertipu oleh Wonyoung yang mengaku sudah tidur dengan paman- ups!" Yina langsung menutup mulutnya sendiri. Ia bangkit dari duduknya, terburu-buru mengambil tasnya di lantai, akan pergi dari sana. Ibunya membulatkan matanya, menatap tajam pada Yina, hampir memukulnya. Sedang Jiyong tersedak minumannya.

***

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang