抖阴社区

24

395 84 7
                                    

***

Awalnya Jiyong merasa prihatin karena Lisa. Mengingat bagaimana teman kecilnya itu dulu berusaha untuk debut lalu berakhir menjadi seorang ibu tunggal. Jiyong merasa buruk, sebab Lisa yang ia suka harus merasakan semua kehilangan itu. Ia merasa prihatin, pada Lisa yang kehilangan banyak hal. Namun begitu malam datang, ketika ia mengemudikan mobilnya dan akan berhenti di depan binatu, di lihatnya Yina baru saja pulang.

Gadis berseragam itu masuk ke dalam binatu, memeluk ibunya yang sudah menunggu di sana, melepaskan tasnya lantas mengambil sekeranjang pakaian untuk dicuci, membantu pekerjaan ibunya. Jiyong tidak jadi menghentikan mobilnya setelah ia melihat Yina ada di sana. Pria itu terus mengemudi, melaju pergi meninggalkan binatu.

Sama seperti Yina, ia pun ditinggal pergi kedua orangtuanya. Ia tidak pernah tahu siapa ibu yang melahirkannya, namun ia ingat wajah ayah yang meninggalkan di panti asuhan. Mengatakan kalau ia akan dijemput lagi setelah beberapa hari, namun pria itu tidak pernah datang.

Kemudian sepasang suami istri mengadopsinya, namun tidak sampai dua tahun, ia di kembalikan. Setelah itu datang lagi pasangan lainnya, mengajaknya untuk pergi bersama mereka dan tidak lama setelahnya, ia kembali dikirim ke panti asuhan. Jiyong ingat semua wajah yang mengantarnya kembali ke panti asuhan. Membuatnya begitu iri pada teman-temannya yang punya keluarga lengkap. Membuatnya benci acara-acara di sekolah yang mengundang orangtua.

Pria itu mengemudi, sampai ke panti asuhan tempatnya dibesarkan. Tempat ia selalu ditinggalkan oleh orang-orang yang memberinya janji-janji kebahagiaan. Begitu tiba dan keluar dari mobilnya, segerombolan anak berlari ke arahnya. Menyambutnya, juga memeluknya. Anak-anak malang yang ditinggal kedua orangtua mereka, anak-anak malang, sama sepertinya. Mungkin Yina akan berakhir di sana, jika tidak ada bibi yang mau menjadi ibunya. Jika tidak ada Lisa yang mau merawatnya.

Jiyong berusaha mengalihkan pikirannya. Ia pakai seluruh tenaganya untuk membantu di sana. Lepas ia memberikan lebih dari dua puluh loyang pizza untuk camilan anak-anak panti asuhan itu, ia membantu beberapa pengurus panti asuhan membersihkan dapur. Juga mencuci semua piring dan panci kotor di sana. Pria itu membersihkan seisi dapur termasuk ruang makannya, seorang diri dan baru selesai setelah hampir tengah malam.

"Eomma, boleh aku menginap di sini?" tanya Jiyong, setelah ia selesai dan duduk di salah satu bangku, di tengah-tengah ruang makan. Seorang paruh baya, pengurus panti asuhan itu datang menghampirinya. Hendak menyuruhnya untuk berkerja, namun ia sedikit terlambat karena Jiyong sudah menyelesaikan semuanya.

"Hm... Aku sudah menyiapkan ranjang untukmu," jawab wanita paruh baya itu. Ia langkah kan kaki ringkihnya ke sebuah meja, menyeduh dua cangkir teh di sana lantas membawanya kembali ke tengah-tengah ruang makan. Memberikan secangkir tehnya pada Jiyong. "Sesuatu yang buruk terjadi?" tanyanya, tahu kalau Jiyong tengah berusaha melupakan sesuatu. Tengah berusaha bertahan dari sesuatu yang mengganggunya.

"Tidak," geleng Jiyong. Berterima kasih dengan menyesap teh yang diseduh untuknya. "Aku baru tahu, kalau sesuatu yang buruk pernah terjadi pada seseorang yang aku suka," katanya. "Dan rasanya, berat setelah mengetahui itu. Aku kasihan padanya, tapi juga merasa seperti sedang melihat diriku sendiri. Aku sedih karena dia mengalami kemalangan itu, tapi aku juga berterimakasih padanya. Rasanya... Aku tidak bisa memutuskan ingin berdiri di sisi yang mana," ceritanya.

Jiyong tidak butuh saran. Pria itu hanya datang untuk menenangkan dirinya. Juga untuk menemui seseorang yang selalu mendengarkannya, merawatnya setiap kali ia ditinggalkan. Seorang wanita paruh baya yang selalu ada di sana, menyambutnya dengan hangat setiap kali ia datang. Malam itu Jiyong menginap, tidur di atas ranjang kecil bersama tujuh anak laki-laki lainnya. Baru begitu pagi datang, pria itu kembali mengemudi pergi. Beberapa menit sebelum anak-anak bangun. Ia pergi setelah merapikan ranjangnya dan menulis sebuah note singkat di sana. Berterima kasih untuk tempat tidurnya.

Pria itu mengemudikan mobilnya, kembali ke rumah Lisa. Bersamaan dengan kedatangannya, Yina melangkah keluar dengan seragamnya. Ia akan pergi ke sekolah sekarang. Menyadari kehadiran Jiyong, gadis itu mendekat, lantas mengetuk jendela mobilnya yang sudah berhenti.

Kaca mobil itu diturunkan. Lalu Jiyong berkata, "mau aku antar ke sekolah?" tawarnya kemudian.

"Paman datang untuk mengantarku?" tanya Yina dan Jiyong mengiyakannya. "Kenapa? Ada apa? Kenapa tiba-tiba?" tanyanya, namun tetap masuk ke dalam mobil itu.

"Hanya ingin," Jiyong asal menjawab pertanyaan itu. "Aku tidak bisa tidur semalam," katanya kemudian.

Sepanjang perjalanan Yina menceritakan kejadian kemarin. Ia sempat heran juga kecewa karena kemarin sore Jiyong tidak berkunjung. "Padahal aku ingin menceritakannya kemarin, tapi paman tidak datang," katanya, sebelum ia mulai mengoceh tentang Kim Taehyung juga video yang pria itu kirimkan. Video yang akhirnya sampai ke handphone Jiyong.

Pria yang mengemudi di sebelahnya, mendengarkan cerita itu. Sesekali menanggapinya, sampai mereka tiba di depan sekolah Yina dan Jiyong berkata, "Wonyoung akan pindah sekolah," ucapnya, lebih dulu memberitahu Yina, sebelum ia mendengar berita itu dari teman-temannya di sekolah. "Tapi, dia pindah bukan karenamu. Dia pindah karenaku, karena aku yang memintanya untuk pindah. Orangtuanya mampu, kau tidak perlu merasa bersalah padanya," tenang pria itu.

"Lalu bagaimana bagaimana dengan perkelahian kemarin? Aku akan dihukum sendirian?" tanya Yina dan Jiyong menaikan bahunya.

"Aku belum tahu soal itu, tapi aku akan mengusahakan agar kau tidak dihukum sendirian," jawab Jiyong. "Jangan bertengkar lagi dengan temanmu. Jangan mengarang cerita seperti kemarin juga, ibumu terlihat kesal. Kau bilang jangan memberitahunya, tapi kau sendiri yang menceritakannya," gerutu Jiyong, mengeluh sebab Yina memberitahu Lisa tentang pertengkaran itu tanpa memperingatkannya lebih dulu.

"Paman dimarahi ibuku karena masalah kemarin? Aaaa- maaf," seru Yina. "Aku tidak tahan untuk tidak menceritakannya... Eomma terus bertanya—bagaimana sekolah hari ini?—lalu tanpa sadar aku memberitahunya. Paman, aku benar-benar minta maaf. Apa eomma sangat marah padamu? Karena itu paman tidak datang kemarin? Eomma tidak mengatakan apapun padaku, dia biasa saja, tidak marah. Apa dia melampiaskan emosinya padamu? Bagaimana ini? Aku sudah merepotkanmu tapi eomma justru memarahimu?" ocehnya, sedikit gugup, juga bingung. Ia benar-benar serius dengan ucapannya sekarang, benar-benar merasa bersalah kalau ibunya memang memarahi Jiyong yang sudah membantunya.

Jiyong menggeleng, mengatakan kalau tidak seorang pun memarahinya. "Ibumu hanya mengeluh karena dia tidak ditelepon kemarin. Karena bukan dia yang datang ke sekolah," tenang Jiyong, mengakhiri pembicaraan itu dengan menyuruh Yina segera masuk ke kelasnya. Sebelum gadis itu terlambat.

"Sungguh? Paman tidak dimarahi ibuku?" tanya Yina dan Jiyong menganggukan kepalanya. Meyakinkan gadis itu agar ia bisa pergi ke sekolah dengan tenang.

Yina akhirnya keluar dari mobil hitam itu. Menutup pintu mobilnya kemudian melangkah ke trotoar di sebelah Jiyong. Ia melambai, akan melangkah menjauh setelah Jiyong pergi. Namun Jiyong justru membuka kaca mobilnya, kembali memanggil gadis itu untuk mendekat lantas memberinya uang saku. Ini pertama kalinya Jiyong memberi Yina uang saku, sebab setiap kali ia datang ke binatu dan akan pulang ketika tempat itu tutup, Lisa selalu melarangnya memberi uang saku pada Yina.

"Kenapa- tidak, terima kasih tapi paman tidak perlu memberiku uang saku," kata Yina, menolak uang itu. Gadis itu biasa menerima hadiah yang Jiyong berikan—kanvas juga cat, atau scrapbook—namun ibunya selalu melarang Yina menerima uang dari siapapun, kecuali darinya. Tanpa Yina tahu apa alasannya.

"Aku ingin membelikanmu buku, tapi aku tidak sempat membelinya. Jadi beli lah sendiri bukunya," suruh Jiyong, sembari mengulurkan lima lembar uang pecahan lima puluh ribu pada Yina.

"Tapi... Ah... Tidak boleh," bingung Yina, ingin menolaknya namun uang itu tetap sangat menggiurkan. Maka ia ulurkan saku jas sekolahnya, meminta Jiyong untuk memasukan uang ke dalam sakunya, sedang mulutnya terus mengatakan tidak.

Pria itu terkekeh melihat tingkahnya. Yina cukup menghibur setelah kemarin ia merasa begitu buruk karena cerita Lisa. Maka, ia masukan uang pemberiannya ke dalam saku Yina. Memintanya untuk belajar dengan giat dan bersenang-senang di sekolah.

***

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang