抖阴社区

                                    

"Apa yang Jiyong oppa tulis? Dia tidak mengirimnya padaku," tanya Lisa.

"Hari Selasa kemarin aku menikah dengan Lisa. Datang lah ke restoran ini hari Minggu, jam tujuh malam. Aku traktir. P.S tidak perlu memberi kami hadiah, datang saja," baca Jennie.

"Ahh... Harusnya aku menulis begitu juga," kata Lisa, yang kemudian tersenyum canggung pada Jiyong. Sedikit merasa bersalah.

"Apa yang kau tulis?"

"Aku mengirim alamat restorannya, lalu—datang lah untuk makan malam bersama suamiku—titik, titik, titik," jawab Lisa, membaca lagi pesan yang tadi dikirimnya. "Oh! Yina membalas—bahkan undangan seminar MLM masih lebih bagus daripada undanganmu, eomma. Dan aku boleh mengundang temanku kan?—huh? MLM? Jahat sekali anak itu," gerutu Lisa kemudian.

Jennie menghela nafasnya karena lelah. Belum apa-apa, gadis itu sudah luar biasa lelah. Kenapa dua orang kenalannya itu sama sekali tidak serius dengan pernikahan mereka? Jennie benar-benar tidak habis pikir. Kalau ia ada di posisi mereka, Jennie yakin orangtuanya akan marah besar. Ia yang memilih pergi dari rumah dengan kekasihnya saja sudah membuat kedua orangtuanya naik pitam.

Mereka tiba di tempat tujuan, tempat yang Jennie bilang bisa menyediakan gaun pengantin untuk Lisa. Namun tempat itu membuat Lisa ragu untuk menginjakkan kakinya di sana. Butik milik Irene ada di dalam bangunan itu. Jennie sudah lebih dulu turun, sedang Lisa masih berpura-pura sibuk dengan handphonenya.

"Aku ragu kita akan bertemu dengannya di sini," kata Jiyong, masih mematikan mesin mobilnya. Tempat itu cukup luas, dengan banyak toko-toko besar di dalamnya. Hanya ada sedikit kemungkinan mereka akan bertemu dengan Irene di sana.

Mereka kemudian masuk, meski Lisa hanya diam, menggandeng tangan Jiyong sembari menahan rasa gugupnya. Ia tidak ingin bertemu Irene di sana, namun jika mereka bertemu sekalipun, harusnya Irene yang merasa malu, bukan dirinya. Harusnya Irene yang merasa terganggu, bukan dirinya. Berkali-kali Lisa meyakinkan dirinya sendiri, hingga akhirnya rasa percaya diri itu terkumpul.

"Harga gaunnya akan sedikit lebih mahal dari toko lain, tapi murah sekali kalau untuk Jiyong oppa," kata Jennie, memandu sepasang pengantin itu menuju toko gaunnya. "Kalau itu untukmu, semua murah baginya," susul Jennie, menoleh pada Lisa yang melangkah di belakangnya.

Tiba di toko yang menjual gaun pengantin itu, Jennie langsung disambut oleh perancang busananya. I'm nama tokonya dan Im Jiyeon pemilik sekaligus perancang gaunnya. "Eonni," Jennie menyapanya, bertukar peluk kemudian berterima kasih karena Jiyeon mau meluangkan waktunya siang ini. "Maaf sekali karena aku tiba-tiba menghubungimu. Mereka baru saja menikah hari Selasa kemarin, dan karena jadwal yang padat sekali, pestanya hanya bisa dilakukan hari Minggu besok," cerita Jennie, sedikit berbohong.

"Wah... Sepertinya GD benar-benar sibuk, aku dengar dia produser yang paling sibuk," katanya kemudian, membuat Jiyong jadi sedikit canggung.

"Anda mengenalku?" tanya Jiyong dan wanita tadi mengiyakannya.

"Putra suamiku sering membicarakanmu, Bang Yedam. Dia trainee di YG," jawab Im Jiyeon, jelas membuat ketiga lawan bicaranya terkejut. Ibu Yedam yang Lisa kenal bukanlah wanita glamor di depannya. "Belum lama ini aku menikah dengan ayahnya Yedam," susul Im Jiyeon. "Kau datang ke pestaku," katanya, menyenggol lengan Jennie yang juga terkejut.

"Aku tidak tahu kalau suamimu itu ayahnya Yedam, eonni," balas Jennie. "Aku beberapa kali melihat Yedam di rumahmu," susulnya, kali ini sembari menatap Lisa.

Wanita itu kemudian tersenyum, mengatakan kalau ia sering bertemu dengan Yedam. Memberitahu si perancang kalau Yedam sering berkunjung ke rumahnya, mengatakan kalau Yedam berteman dengan putrinya. "Wah... Dunia sempit sekali," kata Jiyeon, dengan senyum cerahnya. Setelah berbasa-basi di sana, wanita itu kemudian mengajak mereka masuk ke ruang tunggunya. Mengatakan kalau ia senang bisa membantu Jennie, juga ibu dari teman putra tirinya, juga produser yang disukai putra tirinya.

"Saat Inyeop menghubungiku kemarin, aku pikir Jennie yang akan menikah," kata Jiyeon sembari melangkah, menyusuri lorong elegannya, masuk ke dalam sebuah ruangan dengan sofa dan beberapa karangan bunga. "Jadi aku menyiapkan beberapa gaun yang mungkin cocok untuk Jennie. Gaun dengan potongan paha tinggi, off shoulder, gaun-gaun seksi, Jennie suka yang seperti itu," susulnya.

"Eish... Eonni pikir dengan siapa aku akan menikah? Aku sudah menggagalkan semua perjodohanku, sampai ibuku angkat tangan. Tidak ada harapan aku bisa menikah sekarang," balas Jennie, sementara Jiyeon memperhatikan Lisa dan tubuhnya. "Temanku ini juga suka gaun-gaun seksi. Tapi suaminya sedikit old fashioned, konservatif, pencemburu-"

"Ya!"

"Kenapa? Lisa boleh memakai yang seperti itu?" tanya Jennie, pada pria yang baru saja menegurnya. Ia tunjuk sebuah gaun di manekin, gaun pengantin dengan belahan dada yang rendah.

"Tidak-"

"Lihat kan? Daripada Lisa, suaminya lebih pemilih," komentar Jennie, sedang Lisa hanya terkekeh mendengarnya. Mengatakan kalau Jiyong tidak akan marah jika ia sendiri yang memilih gaunnya. Jiyong tidak akan berkutik kalau Lisa sudah memutuskan pilihannya. Pria itu pemurah, hanya jika Lisa yang memintanya.

***

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang