抖阴社区

                                    

"Yang aku baca itu Narnia, baby," jawab Yedam.

"Tidak apa-apa, hanya syarat untuk ikut ujian," santai Yina. "Please... Bantu aku... Aku butuh dua resensi novel untuk besok pagi," katanya kemudian.

"Lalu satu resensi lainnya? Kau akan mengerjakannya sendiri?" tanya Yedam. "Bukankah besok juga ada tugas matematika? Kau sudah menyelesaikannya?"

"Akan aku kerjakan sendiri, sampai pagi kalau memang harus," jawab Yina.

Sebentar Yedam terdiam, lantas di detik selanjutnya pria itu berkata ia akan mengerjakan tugas bahasa Yina, mengerjakan dua resensi novel yang harus Yina kumpulkan besok. Berkat Yedam, Yina hanya perlu mengerjakan tugas matematikanya malam ini.

"Aku kirim sebelum tengah malam nanti, kau hanya perlu mencetaknya," kata Yedam dan Yina mengiyakannya.

Akhirnya Yina tiba di belakang sekolah, bersama Lalice, juga Nayeon dan Somi yang mengekor. Begitu panggilan Yina selesai, mereka cibir Yina, mengatakan kalau gadis itu terlalu kejam. Menyebutnya begitu, sebab ia memperalat kekasihnya. Namun Yina tidak terluka atas cibiran itu, justru seulas senyuman yang terukir di wajahnya. "Aku hanya mengajak Lalice, kenapa kalian berdua ikut ke sini?" tanya Yina dengan senyum herannya.

Ada sebuah pintu di belakang sekolah. Sebuah gerbang yang biasa di pakai anak-anak untuk memanjat dinding. Untuk melompati dinding sekolah dan keluar di jam-jam pelajaran. Pagar yang biasanya dipanjat untuk membolos. Gembok pagar itu sudah berkarat, namun tidak seorang pun bisa mematahkannya, meski mereka sudah menggunakan batu untuk menghancurkannya.

"Kau ingin aku memanjat pagar ini? Di jam pulang sekolah? Ketika pintu gerbang di depan sana terbuka lebar?" tanya Lalice, sedang dua temannya masih di sana. Bersikeras untuk ikut.

"Kau mau memanjat? Silahkan," santai Yina, yang selanjutnya mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya, membuka gembok berkarat itu, membuka pintu besinya dan mempersilahkan teman-temannya keluar dari sana.

"Kau punya kuncinya?! Bagaimana bisa?!" seru Nayeon dan Yina hanya menaikan bahunya, tidak benar-benar menjawabnya.

"Kebetulan," asalnya. Tidak ingin memberitahu anak-anak itu, kalau ia mendapatkan kuncinya dari saku celana Kim Taehyung yang dicuci di binatunya. Ia menemukan kunci itu di saku pelanggannya, menduplikasinya lantas mengembalikan lagi kunci aslinya. Menjelang hari festival sekolah, perwakilan siswa biasanya diberi duplikat kunci pintu belakang, gedung olahraga dan gudang sekolah. Untuk keperluan dekorasi festival sekolah. Dan Yina menduplikasi semua kunci itu, untuk dirinya sendiri.

Begitu keluar dari sekolah, mereka melangkah ke halte yang ada di sebrang jalan. Menunggu sebuah bus lantas naik ke dalamnya. Yina membayar ongkos busnya dan Lalice meniru cara gadis itu melakukannya. Sama seperti Yina yang menempelkan dompetnya ke mesin, Lalice pun melakukan hal yang sama. Bedanya, Yina berhasil membayar ongkos bus itu, sedang Lalice tidak.

"Kau tidak punya bus card?" tanya Yina kemudian, sebab tidak ada bunyi beep ketika Lalice menempelkan dompetnya.

"Apa itu bus card?" Lalice balas bertanya.

"Hhh... Pak supir, aku juga membayar untuknya," ucap Yina, disusul Nayeon dan Somi yang juga minta dibayarkan ongkos busnya. "Tidak mau, tidak ada yang mengajak kalian," tolak Yina, lantas menunjuk dua gadis di belakang Lalice. "Pak supir, mereka tidak punya uang untuk naik bus, mereka tidak akan naik," lapornya, membuat Nayeon juga Somi terpaksa harus tinggal di halte itu. "Kita bisa naik taksi di halte berikutnya, aku hanya ingin menghindari teman-temanmu," susul Yina, setelah ia menunjuk sebuah kursi kosong untuk Lalice duduki. Hanya Yina yang sekarang berdiri, tepat di sebelah Lalice yang duduk sembari melihat-lihat semua sudut bus itu. Busnya berbeda dari semua bus yang pernah ia naiki sebelumnya. Kursinya keras, juga sempit.

"Tidak," geleng Lalice. "Kita naik ini saja sampai sekolah anak itu," katanya kemudian. Namun Yina menolaknya.

"Kita harus berganti bus nanti, bus ini tidak lewat di depan sekolah anak itu," kata Yina. "Tapi... Apa menurutmu anak itu masih ada di sekolah? Sekarang sudah sore," tanya Yina.

"Tempat bimbelnya ada di sekitaran sekolahnya. Dia pasti ada di tempat bimbel, kalau tidak ada di sekolah," santai Lalice.

"Bagaimana kau tahu?"

"Hanya ada satu tempat bimbel terbaik di kota ini. Satu yang nomor satu," jawab Lalice.

"Dia bimbel di tempat bimbel terbaik? Tempat bimbel nomor satu?"

"Dan aku juga bimbel di sana- ah... Aku harus memberitahu ibuku kalau aku berangkat sendiri ke tempat bimbel hari ini," susulnya kemudian. "Tidak... Aku berangkat bersamamu," ralatnya.

***

Introducing Me (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang